Selayaknya Saudara

2 komentar


Malam ini bulan tertutup awan, tak ada bintang juga cahaya apa pun, langit kelam tapi tidak mendung. Sendiri aku duduk di beranda menatap lengang jalan raya beraspal, persisnya ada dua hektar sawah hijau menghampar yang memisahkan rumahku dengan jalan raya.

Semilir angin menerpa wajah, membekukan sejenak dan perlahan membuat pucat.

Semesta mengirimkan cerita tentang seorang anak belasan tahun yang baru saja terperosok ke dalam parit saat bermain sepeda sore tadi.

Ibu, kenapa tidak marah?”

Sang ibu hanya tersenyum, cekatan tangannya membersihkan luka menganga yang darinya mengucur deras cairan kental berbau anyir dan mulai mengoleskan apa pun yang bisa mengobati dan menghentikannya. Bagaimana bisa ia marah kepada buah hatinya? Seseorang yang berpijar di tengah kemelut kalut dunia.

Jika ibu marah apakah kamu akan mengatakan jujur jika kelak terjatuh lagi?”

Si anak mengangguk, matanya berbinar, ia melupakan segala rasa sakit di sekujur tubuhnya, memeluk raga yang menularkan rasa hangat yang teramat.

Apa lukaku akan sembuh, Bu?”

Iya Nak.”

Apakah setiap luka akan sembuh, Bu?”

Si Ibu terdiam, ditatapnya lamat kedua mata kecil itu, ada harapan di sana yang membara.

Pasti sembuh, Nak.”

Harapan tak boleh padam, si Ibu meyakini itu.

Meskipun tidak ada obat untuk mengoles luka?”

Kali ini tak ada jawaban, mata si Ibu menggenang, kuat ia menahan agar tak terbentuk sungai yang membelah pipinya.

Meskipun tidak ada tangan Ibu yang kelak membersihkan luka?”

Mendongak si Ibu, cara terakhir menahan bendungan di pelupuk mata,

Kenapa Ibu harus menahan diri untuk tidak menangis? Menangis saja.”

Kali ini hancur sudah dinding pertahanan yang lama dibangun, retakan kecil yang tercipta meruntuhkan keyakinan kokoh selama ini.

Akan ada penganti Ibu yang mengoles lukamu, akan ada seseorang yang mengantar obat untuk menyembuhkan lukamu.”

Ibu, boleh aku bertanya lagi?”

Anggukan kecil menjadi jawaban, sibuk tangan tua itu menyeka air mata yang sulit dihentikan.

Apa itu benar akan terjadi, Bu?”

Si Ibu mengangguk mantap, “Saudara kita banyak Nak, mereka tidak akan diam melihat kita terluka, mereka peduli kita, mereka akan segera menolong kita.”

Ibu, aku hendak berkata jujur sebab aku tahu engkau tak akan marah.”

Senyum mengubah air muka si Ibu, “Katakan, Nak.”

Ibu tahu aku tidak punya sepeda, dan luka ini...”

Pelukan erat si Ibu membungkam si anak. Ia tahu, ia tahu apa yang terjadi.

Malam ini saat aku menyesapi keheningan di desaku yang aman mungkin saja si Anak dan si Ibu tengah kembali membangun keyakinan akan saudara-saudaranya yang datang untuk melukiskan senyum kembali di wajah mereka, kelak. Asap tebal membumbung, ledakan memekikkan telinga, jerit ketakutan memenuhi angkasa.

Pertolongan akan datang. Dengan ijin Allah.


#IslamBersaudara
#SaveRohingya
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

2 komentar

  1. Ya Allah tolonglah saudara-saudara kami yang sedang didzalimi di Rohingya, maupun di belahan bumi mana pun.
    #hanyadoayangbisakulakukan

    BalasHapus

Posting Komentar