Gadis Sendu episode sepuluh

8 komentar
Baca cerita sebelumnya di sini


Sisa hari ini lebih dihabiskan untuk melamun ketimbang mendengarkan guru menerangkan. Konsekuensi ketertinggalan pemahaman materi jelas di depan mata, tapi dipaksakan pun rasanya berat. Desuu selalu menjadi murid rajin yang menyalin rangkuman dari papan tulis, penambahan penjelasan oleh guru tak lupa ia bubuhkan dengan warna pena berbeda. Rapi sekali, dan buku itu hampir selalu berada di atas meja belajarku jika esok akan ulangan.

Masih teringat ucapan Desuu tadi pagi, jelas aku tak akan menuruti sarannya untuk tak lagi dekat-dekat dengan Kak Frans, orang yang telah menyedot segala perhatian Desuu.

Kuputuskan untuk kembali mengikutinya sepulang sekolah nanti.

Nihil. Sudah tiga jam aku menunggu di depan gerbang sekolah, namun Kak Frans tak juga muncul. Cahaya langit mulai meredup dan kuputuskan untuk pulang, ternyata suasana sekolah terlihat mencekam tanpa ada makhluk hidup di dalamnya.

“Mau pulang?”

Tersentak mendengar sebuah suara yang tiba-tiba muncul dari dalam ruang pos satpam.

“Hloh, Kak Frans belum pulang?”

“Nunggu kamu”

Aku tak tahu harus merespon bagaimana, kenyataan bahwa Kak Frans telah berada di ruangan belakang tempatku menunggu membuatku bergidik.

Kak Frans mendekatiku dengan dua langkah kecil, tersenyum.. tidak.. terlihat seperti menyeringai.

“Mau ikut ke rumahku?”

Mungkin jika pertanyaan itu ia lontarkan ketika hari masih terang aku akan langsung menganggukkan kepala, tapi dengan gelap malam yang sebentar lagi sempurna membuatku berpikir berjuta-juta kali. Bagaimana jika ini jebakan? Bagaimana jika di tengah jalan aku dibunuhnya? Bagaimana jika ....

“Ya sudah, aku pulang dulu.”

“Kak, aku ikut”, terkejut kala aku menyadari bahwa suara itu keluar dari mulutku, datang dari mana keberanian ini ya?

Kami berjalan menyusuri jalanan yang sama seperti kemarin, tubuhku menggigil ketika di depan menghadang ladang dimana aku babak belur. Tunggu, Kak Frans tidak mengajakku memasuki ladang tersebut, kami berbelok ke kanan, memasuki daerah dengan banyak rumah dan lampu. Setidaknya aku bisa sedikit tenang.

Di depan sebuah rumah dengan pelataran luas ia berhenti. Melihat sekitar dengan seksama dan mengajakku memasuki gerbang kayu dengan tinggi 1 meter.

Kenapa ia harus melihat sekitar dulu jika ini benar rumahnya?


Bersambung....
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

8 komentar

Posting Komentar