Gadis Sendu episode lima belas

6 komentar
Untuk cerita yang lalu, tengok ini


Hari ketiga di rumah nenek, Ibu telah memutuskan untuk mengabulkan permintaanku. Rasa melayang bak mendapat siraman sinar mentari yang menyembul di tengah lebatnya hutan hujan. Hangat menjalar keseluruh tubuhku, gembira tak terkira.
Terlalu sore aku menapaki jalanan sempit menuju rumah yang Ical tunjukan, tak begitu jauh dari rumah nenek. Urung menaiki sepeda karena tegalan sawah yang becek juga rawan terjun bebas masuk ke sungai-sungai deras.
Memasuki ladang tetangga yang luas dan sepi menciutkan nyaliku, tapi tak apa sebentar lagi akan sampai. Terdengar suara bercakap-cakap di ujung kebun, akhirnyaa... aku mempercepat langkah.
Duhh gusti.. rejeki diparani wong wedok ayu
Rene nduk, ngancani kang mas
Kepalaku berdenyut hebat... dejavu.
Boss, ayu hlo iki.”
Orasah do macem-macem, jaluk duite ae”
Suara yang kuduga bos mereka terdengar serak seperti tak seutuhnya sadar. Aku memasang kuda-kuda bersiap saat salah satu dari pemuda mabuk tersebut mendekatiku. Mengelak halus saat tangan kotornya berusaha menyentuh wajahku.
Uis to nduk, gorene duwitmu kabeh.”
Aku bergeming. Di dalam otakku sedang bersiap balik kanan dan kabur sembari mengumpat diri. Kenapa menolak niat baik Ical yang ingin mengantarku? Kenapa tak menurut nasihat nenek untuk pergi besok pagi saja?”
Gedebum...
Bagus... kuda-kudaku tak berguna.. aku terlalu dalam membayangkan hingga hilang kewaspadaan. Segera bangkit dan melakukan perlawanan. Perebutan hak milik dari tas kecilku terjadi sengit. Tendangan bertubi-tubi menjadi hadiah bagi lelaki yang terhuyung-huyung di depanku. Yang lain tertawa mengejek.
Karo cah wadon kok kalahan.”
Merasa diremehkan, lelaki itu dengan kasar mendorong tubuhku hingga terjerembab. Menendang tangan yang mencengkram kuat-kuat tas kecilku. Sadar akan posisi aku berniat untuk berlari, tak peduli dengan isi tas yang kini sudah bertebaran di atas tanah.
Belum juga melangkah tanganku dicengkram kuat, tapi bukan oleh lelaki yang tadi. Lelaki ini memaksa untuk masuk ke dalam ladang, dibelakang terdengar riuh suara mereka meneriakkan hal-hal yang tak kupahami. Aku berusaha untuk melawan, sia-sia. Kugigit lengan kekarnya, dan berhasil membuatnya terpaksa melepaskanku. Berlari sekuat tenaga tanpa menoleh.
Aliss....”
Tidak... jangan... jangan suara itu... kumohon...
Mendadak kakiku berat melangkah, perlahan kutolehkan wajahku mencermati seseorang yang memanggil. Lidahku kelu. Kenapa harus dipertemukan dengan cara yang seperti ini?


Bersambung....
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

6 komentar

Posting Komentar