Silahkan baca juga :
episode 1
episode 2
episode 3
episode 4
episode 5
Inilah waktu yang menyebalkan, Bu Hermin akan mengisi kelas hingga 90 menit ke depan. Itu berarti aku harus meninggalkan posisi ternyaman di samping Desuu dan bertahan dengan Rudi tanpa komunikasi yang menguntungkan. Mungkin harus kucoba untuk mengajari anak itu tentang bagaimana memulai sebuah percakapan, dan dia akan begitu berterima kasih, ahh mulia sekali.
episode 1
episode 2
episode 3
episode 4
episode 5
Inilah waktu yang menyebalkan, Bu Hermin akan mengisi kelas hingga 90 menit ke depan. Itu berarti aku harus meninggalkan posisi ternyaman di samping Desuu dan bertahan dengan Rudi tanpa komunikasi yang menguntungkan. Mungkin harus kucoba untuk mengajari anak itu tentang bagaimana memulai sebuah percakapan, dan dia akan begitu berterima kasih, ahh mulia sekali.
Aku
tidak begitu paham dengan pelajaran bahasa indonesia, setiap jawaban
memiliki kemiripan juga
membingungkan, tidak seperti matematika, fisika atau kimia yang pasti.
Pelajaran ini hampir persis dengan kewarganegaraan yang jika kami
berdiskusi akan suatu hal pasti menimbulkan kegaduhan karena
perbedaan pendapat akan jawaban. Akhirnya dengan menahan kekalahan
mencoba berlapang dada atas
jawaban guru yang sama dengan kunci jawaban dan
pastinya wajib
diikuti. Hemm... nasib murid, terima sajalah.
Desuu
akan tersenyum manis sekali mempersilahkan Lirna kembali mendapatkan
hak atas kursinya, senyum yang menyakitkan.
Bu
hermin hanya berbicara sepuluh menit di depan kelas, beliau
memberikan waktu yang tersisa untuk kami menulis ulang berita yang
dalam waktu dekat ini masih teringat di kepala, berita dari media
tentunya. Aku tertunduk pasrah menyerah di awal pertandingan, bukan
tidak punya tivi tapi adikku selalu mendominasi sepanjang hari. Radio
sudah raib entah kemana, gadget? Hhiii, harus kuakui alasan
sebenarnya adalah kemalasan
akan
membaca, terlalu cuek dengan keadaan sekitar, jika
aku bahagia semua aman, simpel bukan.
Tentu
saja Rudi segera sibuk dengan pena yang menari di atas buku tulisnya,
pun begitu dengan teman-teman yang lain. Beberapa
sedang menerbangkan imajinasinya dan tinggal aku sendiri yang setia menatap
langit-langit kelas.
Waktu
berjalan dengan cepat namun aku baru mendapatkan dua kalimat. Sekilas
seperti Kak Frans melintas di depan kelas dengan blazer hitam
osisnya. Tampan memang, tak heran banyak yang tertarik padanya, lelaki dingin. Jika sekali saja ia tersenyum,
itu akan menjadi perbincangan teman-teman wanita sekolah kami selama
sebulan, begitu gosipnya. Tampan dan dingin? Perpaduan yang memikat?
Ahhh, aku tak paham dengan para gadis ini.
Suasana
hening kelas mendadak terpecah saat Desuu menggeser kursinya berjalan
menuju meja guru dan meletakkan dua kertas yang penuh dengan tulisan,
“Bu, saya ijin ke belakang.”
Bu
Hermin mengangguk.
Tidak...
tidak... ia tidak mungkin akan ke toilet, ini pasti karena Kak Frans
baru saja lewat. Aku mengangkat tangan, “Maaf Bu, saya mau ijin ke
belakang.”
“Kumpulkan
kertasmu dan kau boleh keluar.”
Lesu.
Arrgghhh...
mulai
sekarang aku akan membiasakan diri untuk membaca, merutuki
diri sendiri.
Sekuat
apapun aku mencoba tetap tak menghasilkan tulisan, ditambah pikiran
tentang apa yang dilakukan Desuu dengan Kak Frans menjadikanku kian
kehilangan konsentrasi.
Lima
belas menit berlalu, Desuu belum juga kembali. Dugaanku pasti tepat.
Bersambung...
Harus suka dong pelajaran bahasa indonesianya. Kalau ngga suka nanti nilainya E loh
BalasHapusWeh...Desuuu...knp itu gak balik?
BalasHapusHayooo.. Desuu kemanaa??
BalasHapusDesuu kemana?
BalasHapusdan keberadaan desu mebuatku bertanya tanya huhuhu
BalasHapusDesu ngapain aja di belakang? Ditungguin loh
BalasHapusPasti dia lg PDKT sama kakak tampan.
BalasHapusKepo loh, Hihihii si desuu antri di toilet... :D
BalasHapus