Gadis Sendu episode delapan

6 komentar
Yang penasaran cerita sebelumnya, silahkan baca di sini


Aku tidak akan percaya, sepenuhnya. Bu Hermin yang kelewat baik hati bahkan menginjinkan Desuu untuk menggunakan lima menit sebelum pelajaran berakhir untuk menyampaikan pengumuman yang katanya dititipi oleh Kak Frans. Bisik-bisik gerombolan Aurora berandai bila saat itu mereka yang ijin ke toilet, hedehhh. Jika pun mereka melakukan itu, tidak akan seperti ini hasilnya. Kak Frans berbeda begitu juga Desuu, mereka orang-orang yang tidak pada umumnya.
Sorot mata Desuu bersinar hingga pulang sekolah, ini yang akhirnya membuatku memutuskan untuk mengikuti Kak Frans. Terlalu lama jika harus mengorek informasi dari yang lain, lebih cepat jika terjun langsung.
Mataku yang meredup seketika terbelalak saat Kak Frans berjalan menjauhi gerbang sekolah. Apa? Dia berjalan kaki? Baguslah itu berarti letak rumahnya tidak terlalu jauh.
Terik mentari terasa memanggang kulit, terlebih kami melewati jalanan tanpa pepohonan. Jika seperti ini mudah sekali bagi Kak Frans untuk mengetahui aksiku. Hingga memasuki sebuah ladang yang cukup teduh, ia menghilang.
Celingukan aku mencari sosok tersebut, perlahan menuju arah yang kuyakini. Semak-semak belukar yang cukup tinggi ditambah beraneka pohon besar mengharuskan waspada sebab ia bisa berada dimana saja.
Brukkk....
Tanah ladang jelas tidak enak, jangan pernah mencoba meski penasaran menghantui. Tunggu dulu bukankah tidak ada akar pohon, batu atau apa pun yang membuatku terjerembab, lalu?
Tangan kekar itu menarik kerah bajuku dengan paksa, menyandarkan tubuh lemah ini pada batang pohon besar terdekat, salah tingkah akhirnya ketahuan juga.
Aku hanya berbaik hati untuk tidak mematahkan pergelangan bocah kecil itu, tapi sekarang rupanya ada jagoan yang ingin membalas perlakuanku padanya.”
Tuh, benarkan. Jika Kak Frans bisa melukai Desuu kenapa matanya memancarkan kebahagian setelah kejadian tersebut? Mereka ada hubungan apa sih?
Plaakkk...
Ini kali pertama aku ditampar, perih juga ternyata. Jangan suka menampar orang ya kawan.
Oke, sekarang aku mulai kehabisan oksigen, cengkraman Kak Frans menguat. Baru sadar bahwa sejak tadi aku tak menggubris kata-katanya. Jadi sebelum nyawa melayang sia-sia, sekuat tenaga aku bertanya.
Kak Frans rumahnya mana?”
Kak Frans membuang muka, mendengus kesal lalu melemparkan tubuh ringanku ke arah semak. Tenang saja tidak membuat cidera hanya goresan ringan dari pohon berduri sekitar.
Tak ada niatan untuk mengejarnya meski postur gagah itu masih jelas terlihat.
Kelemahan Kak Frans sudah tergenggam. 

Bersambung... 

 
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

6 komentar

Posting Komentar