First Solo Hiking - 2

Hiking
Aku melihatmu laksana fatamorgana di tanah datar yang disangka air oleh orang yang dahaga.

Begitulah...

Entah...

Aku mulai sadar diri.

Sering terlintas berulang kali kenangan saat pertama dengan malu-malu kau meminta nomor pribadi. Kita sempat membuat drama untuk sekadar memanjangkan durasi agar percakapan tak segera berakhir.

Sore itu, ingat tidak sewaktu kau tiba-tiba ada di depan rumahku?

"Hai?" sapamu sewaktu aku muncul di depan pintu.

"Terima kasih ya tidak berbohong tentang alamat rumah," lanjutmu dengan senyum yang menampakkan deretan gigi rapi.

Aku mengangguk, masih mencerna kejadian dihadapan.

Sore indah itu yang kemudian hampir setiap sore kau datang, hingga jam pelajaran ditambah dan kita sudah tidak punya sore yang tersisa.

Mungkin aku salah terka, tidak semua masa putih abu-abu bercerita tentang cinta.

Sekarang di tanah rantaumu, adakah ingat diriku? Pernahkan terlintas untuk kembali pulang? Kau kan mau mengajakku mendaki, iya kan?

Merbabu atau lawu, aku suka keduanya. Masih ada edelweis di sana. Dari merbabu kita bisa melihat merapi di depan mata, sedang di lawu, dingin yang menusuk kita nikmati bersama secangkir coklat panas, yah, yang pasti kamu akan memesan kopi, lalu melihat bentang alam dari pos lima, berdoa saja kabut belum turun, tak ada badai, jadi kita bisa menanti matahari terbit dengan sinarnya yang menghangatkan.

Oh ya, kamu boleh lupa menghubungiku tapi jangan lupa makan juga potong rambut, ahh kenapa aku harus khawatir jelas kau risih jika rambut sudah menutupi dahi.

Selamat malam. Aku tidur lebih dulu. Dan kamu, ya, bisa tidak tugas kantor dikerjakan esok lagi saja?

Bersambung...
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

Posting Komentar