Hilang

4 komentar
Berat kaki melangkah, bingung, linglung entah ke mana tujuan aku keluar rumah pagi ini.

Bangun tidur tadi, saat membuka mata istriku hilang entah kemana, anak-anakku pun tak terdengar suaranya. Pembantuku, sopirku, tukang kebunku, semua yang biasa meramaikan rumah seolah sepakat untuk menjadikannya sunyi. Bukan itu saja, mobil sport keluaran terbaru yang baru saja aku beli tidak ada di garasi, sepeda motor yang biasa berjajar kini entah dimana.
Gerbang rumah setinggi dua meter pelan aku buka, cukup berat ternyata, maklum saja selama ini aku hanya membunyikan klakson dari dalam mobil dan mereka, orang-orang yang aku bayar akan bergegas membukakannya.

Berat kaki melangkah, bingung, linglung entah ke mana tujuan aku keluar rumah pagi ini.

Taksi yang biasa terparkir di sepanjang jalan perumahan ini tidak tampak, begitupun tukang ojek yang biasa mangkal di samping portal. Mustahil menyewa transportasi online sebab gawaiku juga raib.

Di bawah pohon yang entah apa namanya, lagian perduli tentang nama pohon, aku bersandar, matahari terik membakar kulitku. Hem lengan panjang beserta jas juga dasi yang biasa aku kenakan juga lenyap tak bersisa, lemari tempat baju-baju dengan merk kenamaan yang tergantung wangi itu hanya berisi udara. Baru aku akan melirik pergelangan tangan dimana biasa terlingkar jam buatan Swiss yang terkenal akan akurasi dan keahlian untuk komplikasinya, Pathek Phillipe, mencocokkan waktu dengan panas menyengat ini, nihil, barang pemberian dari rekan kerja tersebut juga tidak ada di situ.

Berdiam diri terlalu lama membuatku gila, maka aku beranjak.

Berat kaki melangkah, bingung, linglung entah ke mana tujuan aku keluar rumah pagi ini.

Aku tiba di trotoar, memandang jijik kepada para tangan tengadah yang memenuhi area pejalan kaki tersebut, membuat pemandangan kota menjadi kumuh tak lagi mewah. Tak jauh dari situ pemulung dengan karung besar dan tusuk besi sepanjang satu meter tengah mengaduk-aduk tempat sampah, mengeluarkan semua isinya dan tak bertanggung jawab untuk memasukkannya kembali, dasar orang tak tahu adat.

Lampu merah menyala namun satu dua tiga bahkan sepuluh kendaraan masih melaju, beradu cepat dengan kendaraan dari sisi yang berlawanan, dasar manusia perebut hak orang, kalau begini bagaimana bisa aku menyebrang? Maka aku menunggu lagi. Di sela-sela waktu itu aku melihat seorang ibu menggendong anaknya yang terlelap berusia sekitar dua tahun, berjalan dari mobil satu ke mobil lainnya membawa botol bekas air mineral yang berisi kerikil lalu menengadahkan tangan setelah menggumamkan nyanyian tak jelas.

Aku mengutuk orang-orang dalam mobil yang mengangsurkan uang, mereka terlalu buta untuk melihat makanan cepat saji dan kaleng-kaleng susu yang berserak di mana ibu tersebut beristirahat saat lampu hijau menyala.

Aku berhasil menyebrang jalan, kali ini aku melihat petugas kebersihan menyapu daun-daun yang berguguran padahal angin akan menerbangkannya kembali ke segala arah, ahh dasar payah.

Taman kota yang berada di pinggir jalan utama itu penuh dengan sepasang manusia di setiap bangkunya, entah apa yang mereka lakukan dengan tubuh menempel tak ada jarak walau sesenti itu. Kuurungkan niat untuk beristirahat di sana.

Langit tiba-tiba berubah kelabu, angin bertiup semakin kencang, semua berlarian menuju tempat yang dirasa aman, aku? Aku terus berjalan, tak perduli hujan akan turun.

Berat kaki melangkah, bingung, linglung entah ke mana tujuan aku keluar rumah pagi ini.

Gedung pencakar langit menjulang di depanku, leherku sakit demi ingin melihat tiga angka yang berada di bagian teratas gedung, aku mulai ingat, ini tempat terakhir yang aku kunjungi sebelum semuanya menghilang.

Satu persatu ingatan kembali, keringat dingin bercucuran, tubuhku berat tak mau melangkah, semua yang kucari telah kutemukan, kenyataan terhidang di depan mata tentang sesuatu yang melenyapkan segalanya.

Kemarin aku tampil di setiap media massa, televisi, menjadi headline news di setiap berita, wajahku terpampang besar-besar, dengan tulisan yang tak kalah besar, Terduga Kasus Korupsi.

Kini, aku tak perlu bingung mencari kemana, media... ya media... pelakunya. Aku kehilangan segala karena media.


Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

4 komentar

Posting Komentar