Sepele Saja!

8 komentar
Kakiku seperti mau copot, lelah sekali. Dua malam tiga hari berada di tengah hutan berhasil menguras seluruh energi dan kembali ke rumah merupakan nikmat luar biasa yang patut untuk disyukuri.

"Jadi asyik tidak jadi pemandu kemah bakti?"

Aku tersenyum menjawab pertanyaan suamiku yang meletakkan segelas air putih di atas meja, segera gelas tersebut kosong hanya dalam hitungan kurang dari sepuluh detik.

"Capek banget."

Masih terengah-engah setelah sisa tenaga aku kerahkan untuk menenggak air, belum juga aku melanjutkan cerita ia sudah berdiri menuju teras sembari menenteng koran dwi mingguan edisi terbaru.

"Ya udah istirahat," ujarnya sebelum menghilang di balik pintu.

Ada rasa aneh yang menjalar tepat di ulu hati, tak kuasa menahan rasa aku segera beranjak keluar rumah, tujuanku adalah dua rumah di seberang jalan, rumah Faya.

"Loh, mau kemana?"

"Ke rumah Faya."

"Hati-hati."

Hah? Apa tidak terlihat jelas bahwa aku begitu ketus saat menjawab? Bukankah ia tahu aku sangat letih, kenapa tidak dipaksa untuk beristirahat? Sungguh keterlaluan.

Faya tengah membaca buku di ruang tamu saat kedatanganku, ia memandang sekilas raut wajahku dan memberikan kode dengan tangannya untuk masuk dan duduk.

Sesunggukan aku menumpahkan semua air mata, tak peduli mengotori bajunya. Faya memeluk erat, menenangkanku dengan usapan lembut di punggung, membiarkan.

Sepuluh menit menangis tanpa jeda membuatku dehidrasi, lelah memaksaku untuk berhenti. Faya mengangsurkan tissue dan membersihkan wajahku yang tak berarturan.

"Aku ambilkan minum dulu."

Faya datang tak lama kemudian.

"Kenapa Mei, ada masalah apa?"

Hanya sedikit air putih itu menyegarkan kerongkonganku, ada hal lain yang harus segera dikeluarkan, "Kesel aku sama Mas Juan."

"Oke ceritalah."

"Aku tuh capek Fay, baru pulang dari kemah eh sampe rumah cuma ditinggalin aja."

Faya tersenyum, ia paham benar namun menolak untuk berkomentar.

"Harusnya ia mendengarkan ceritaku bukan pergi gitu aja."

"Mungkin Mas Juan ngasih waktu kamu untuk istirahat?"

"Nggak butuh, aku capek tapi aku kan pengen cerita."

"Kamu dah bilang?"

Gelengan lemah menjadi jawaban.

"Mei, gimana Mas Juan tahu apa yang kamu mau?"

Faya, sahabat sejak kecil yang selalu mengerti maksud hatiku, betapa ia mampu menghadirkan kembali pelangi setelah derai air mata yang tak terbendung. Ia serupa malaikat penolong karena dengan satu dua kalimat yang terucap menjawab segala gundah gulana yang menjajah ceriaku.

"Aku pulang ya Fay."

Ringan langkahku melintasi jalanan penuh kerikil, bagaimana Faya begitu mudah menuntaskan setiap masalah? Mungkin aku berlebihan, bisa juga kelelahan, tapi tidak salah, hanya kelelahan dan menginginkan perhatian dari suamiku.

Lega seolah beban yang menghimpit terbang bersama debu jalanan yang tertiup angin, sederhana saja menjadi wanita itu jangan percaya jika banyak yang bilang ribet sebab kaum hawa menyelesaikan 50% masalahnya dengan bercerita. Percayalah bahwa memang seperti itu adanya. Memilih kepada siapa untuk bercerita adalah keputusan akhir masing-masing.

Lalu bagaimana dengan yang lima puluh persen lainnya? Jelas itu harus diselesaikan dan lelaki yang tengah menyesap kopi dengan fokusnya pada majalah ditangan kiri harus bertanggung jawab. Aku akan memaksanya untuk mendengar ceritaku, harus!


----+++-----


Dahulu kala, orang Mars berjumpa dengan orang Venus. Mereka jatuh cinta dan menjalin hubungan yang membahagiakan karena mereka saling menghormati dan menerima perbedaan-perbedaan mereka. Kemudian mereka tiba di bumi dan mulai menderita amnesia. Mereka lupa bahwa mereka berasal dari planet yang berlainan. (Men Are from Mars, Women Are from Venus)

Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

8 komentar

Posting Komentar