Suara dari Seberang - 3

5 komentar


Rapat pagi ini terasa berbeda. Tidak ada Kak Frans dengan sejuta ide cemerlangnya, juga senyum aneh yang tiba-tiba ia lemparkan saat aku tertangkap basah sedang meliriknya, padahal atasan sedang hikmat menunjuk-nunjuk papan tulis dengan broadmarker warna merah.

Kesibukanku di dalam kantor melupakan sejenak ketiadaan Kak Frans, pun kegiatan-kegiatan setelah pulang kerja yang cukup menyita waktu hingga malam mengantarku terlelap sampai fajar menyingsing. Seingatku baru beberapa hari Kak Frans benar-benar menghilang dari hidupku dan terselip rindu saat tak ada kabar apa pun darinya.

Sikapku yang tak perduli pada apa pun seringkali membuat Kak Frans jengkel. Selalu saja setiap jam makan tiba pasti pesan darinya bertandang ke ponselku. Untuk makan siang Kak Frans harus memastikan dulu ada nasi yang terhidang di depanku baru dia akan keluar mencari makan. Aku sudah berulang kali mengatakan untuk tidak perlu menjadi alarmku, risih juga diperlakukan begini.. baiklah Kak Frans gadis kecilmu ini sudah tumbuh dewasa.

“Aku mengingatkanmu bukan karena kamu lupa makan, tapi karena kamu sering telat makan. Paham?”

Aku menunjukkan wajah kesalku dan berlalu sebelum Kak Frans melanjutkan ceramahnya tentang penting memenuhi kebutuhan nutrisi guna menjaga kestabilan tubuh. Aku sudah hafal.

Oya, aku yang jadi anak perempuan kenapa pula Kak Frans harus mengingatkan untuk mandi lepas pulang kerja? Biasanya yang iniaku abaikan beralih mengerjakan modul-modul lain. Modul yang Kak Frans berikan jika ia pulang dari seminar atau perkumpulan-perkumpulan penting dengan komunitasnya.

“Calon ibu itu harus pintar, memiliki keahlian juga dilarang untuk berhenti belajar. Jadilah guru terbaik bagi anak-anakmu kelak.”

Aku menurut.

Dan tentang mandi di malam hari, Kak Frans kadang harus menelponku jika pesannya tidak berbalas.

“Jangan mandi terlalu malam, kata dokter tidak baik untuk kesehatan.”

“Ok aku mandi sekarang.”

Telpon di tutup dan kembali berkutat dengan ilmu baru yang siap untuk disantap. Kak Frans kan tidak tahu ini, hhii (jaga rahasia yah...)

Pernah suatu hari terlihat jelas aku tidak semangat di kantor. Laporan menumpuk dan hanya menjadi pemandangan di atas meja. Setengah hati mengerjakan data yang tidak bisa ditunda lalu kembali sibuk mondar-mandir berkeliling. Ada rasa jenuh dengan rutinitas yang selalu sama, mengulang hal-hal yang hapal di luar kepala, hingga berakhir dengan tidak melakukan apa pun sampai waktu pulang tiba.

Aku antar pulang?”, tawar Kak Frans

Motorku?”

Besok pagi aku jemput.”

Deal. Kak Frans mengantarku pulang. Namun sebelum itu dia mengajakku untuk berhenti di pinggir jalan, duduk di atas tikar menikmati es kelapa muda dengan lalu lalang kendaraan di depan kami. Tak ada yang memulai pembicaraan sampai aku berniat untuk mengadu.

Kak Frans menoleh ke arahku, tersenyum, menyeruput es kelapa muda gula jawanya lagi dan kembali menatap jalan raya yang mulai sepi. Eh, apa ia bisa membaca pikiranku?

Habiskan minumanmu, kita pulang.”

Aku mengangguk.

Esok paginya ada kejutan saat aku tiba di kantor, mawar putih tertata rapi di sisi meja kerjaku. Aku tahu ulah siapa ini. Aku tahu betul. Segera aku ambil ponsel dan menelpon Kak Frans. Tidak diangkat. Coba lagi. Tidak tersambung. Sekali lagi. Ponselnya mati.

Siang aku belum juga bertemu Kak Frans tapi mbak Sri memberikan ransum makanan kepadaku, “Titipan dari mas Frans, mbak.”

Nasi goreng sosis dengan siraman telur bebek, ini makanan kesukaan Kak Frans.
“Mbak Sri, Kak Frans dimana?”

“Sepuluh menit yang lalu sama bapak (sebutan untuk atasan kami) pergi mbak, ke Surabaya katanya,”

Tidak ada kejelasan hingga malam menjelang. Aku masih berusaha menahan mata untuk membaca novel pemberian Kak Frans dua hari yang lalu. Getaran ponsel menyentakkanku dari imajinasi liar tentang buku di gengaman.

Haii gadis kecil”

Pesan dari Kak Frans, segera aku mengetikkan balasan yang super panjang.

Kenapa meletakkan bunga di atas meja kerjaku? Kenapa tidak memberikan sendiri makan siang kepadaku? Kenapa ponselnya mati? Kenapa....

Namun hanya satu kata yang akhirnya terkirim, “Dimana?”

Di Surabaya”

Balik Solo kapan?”

Setengah jam berlalu dan tidak ada balasan. Sudahlah, Kak Frans orangnya aneh, suka sekali mematikan ponsel jika sedang berada di acara-acara penting tanpa memperdulikan bagaimana jika terjadi sesuatu dan harus menghubunginya.

Hari selanjutnya tak juga ada komunikasi antara aku dan Kak Frans. Muncul praduga yang tidak semestinya. Harusnya Kak Frans bisa menghubungiku setelah seminar selesai, sebelum tidur atau saat sarapan pagi. Tunggu, siapa yang mengharuskan?

Baiklah.. perhatian yang selama ini Kak Frans berikan aku acuhkan begitu saja, aku anggap angin lalu, tidak berarti. Kini saat perhatian itu terbang, bekasnya masih kentara meninggalkan jejak yang tak tampak oleh mata namun membekas dalam relung jiwa. Aku kehilangan seseorang yang rela menomor duakan dirinya sendiri hanya untuk menjadikanku nomor satu dalam hidupnya.

Hingga rapat dengan atasan pagi ini. Aku masih belum melakukan komunikasi lewat apa pun dengan Kak Frans, dan ini pekan kedua sejak ia meletakkan mawar putih untuk memberikan semangat padaku.

“Mbak Ci, mawarnya mau saya bersihkan?”

“Jangan dulu mbak Sri, meja saya masih penuh kertas.”

Mbak Sri berlalu, aku menangkap ekor matanya melirik ku sebelum keluar ruangan. Mungkin ia tahu aku tetap akan mempertahankan mawar putih ini meskipun satu persatu kelopaknya jatuh dan menghitam.

Terngiang kalimat saat Kak Frans mengantarku ke rumah waktu itu.

Kamu ga papa, De?”

Memang ada gerakan tubuhku yang salah hingga membuat Kak Frans khawatir?”

Aku tahu kau lelah, aku tahu fokusmu terpecah. Maka dari itu aku selalu memberimu semangat, karena aku ingin gadis kecilku ceria seperti sedia kala.”

Ada genangan air di mataku kini, sesuatu yang tidak boleh terjadi jika di hadapan Kak Frans, satu-satunya orang yang mengerti tanpa perlu aku mengatakan apa pun.

Lirih aku berbisik pada mawar putih yang mulai layu, “Kak Frans, dimana kamu?”
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

5 komentar

Posting Komentar