Ketika Bidadari Tersipu

7 komentar

Hai kawan, tahukah engkau bagian mana yang paling aku suka ketika mendaki gunung?

Tiba di puncak?

Bukan, tiba di puncak hanyalah keberhasilan dalam mengalahkan ego ketika berbagai suara-suara dari kepala memaksa untuk berhenti dan memasang tenda secepatnya kemudian tidur.
 
Lalu?

Aku suka sekali menunggu matahari terbit, sangat suka. Menunggu dalam diam di depan api unggun sungguh sebuah kesempatan dimana tak semua bisa menikmatinya, sebagian memilih untuk menghabiskan malam dengan melepas penat di dalam tenda. Hanya aku dan mungkin sedikit lainnya yang masih setia menunggu hangat mentari menjalari seluruh tubuh dari ufuk sebelah timur.

Menatap bola besar yang perlahan menampakkan diri begitu menakjubkan, hingga cahayanya yang menyilaukan berbisik bahwa mata tak cukup mampu untuk terus melihatnya. Tanda-tanda dari semesta yang menunjukkan betapa dunia dan seisinya pasti ada yang mengatur. Begitupun saat bidadari yang engkau sebut namanya mendengar alunan nada yang kau cipta.

Kita hanya menjalankan peran dimana alur cerita sudah dipersiapkan dengan apik oleh Tuhan, betapa aku berulang kali termangu, Maha Baik Tuhan yang memilihkan peran ini untukku.

Gadis biasa yang kini seolah merasa sempurna saat Tuhan mengirimkan engkau untuk masuk ke dalam ceritaku. Aku bisa apa? Kenapa engkau yang dipilih? Kenapa bukan orang-orang terdekatku, teman-temanku atau siapa pun yang berada disekitarku? Kenapa harus engkau dimana jarak menjadi penghalang mata untuk bertatap? Aku tidak tahu. Aku hanya perlu meyakini bahwa setiap ceritaku akan berakhir indah, bukan?

Tentang jarak, Tuhan membuatmu memiliki kekuatan untuk melumpuhkan setiap prasangkaku selama ini. Berbagai cara kau tunjukkan untuk meyakinkanku ketika Tuhan berkehendak maka Jarak yang terbentang bukanlah sebuah rintangan yang menghadang.

Seperti sore kemarin, saat tengah menunggu kabar darimu tiba-tiba kau berikan hal istimewa yang belum pernah aku dapatkan dari siapa pun. Saat itulah aku sadar akan kekuatan dasyat tentang sebuah kesungguhan juga kenapa Tuhan memilihmu untuk menjadi bagian dari ceritaku.

Haii kamu, ada yang salah dari penilaianmu terhadapku. Aku tidaklah sesempurna bidadari seperti apa yang engkau kata, aku hanyalah gadis biasa yang kini mampu terbang hingga langit ketujuh meski tanpa sayap, seolah mendapatkan sekantung bubuk peri yang meringankan tubuhku dari setiap perhatianmu, karena yang sebenarnya terjadi, engkaulah yang menjadikanku bidadari.

Oh ya, satu pertanyaan untukmu, bisakah bidadari tersipu? 


Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

7 komentar

  1. cie cie..
    Semoga jarak tidak memisahkan kalian ya
    semoga di pertemukan sebagai jodoh

    BalasHapus
  2. ini nyambung sama tulisan gilang yang kapan itu ya mbak wid...amboi...asyik sekali

    BalasHapus
  3. ini nyambung sama tulisan gilang yang kapan itu ya mbak wid...amboi...asyik sekali

    BalasHapus
  4. Mbuh lah, kok aku bacanya senyum-senyum sendiri. Hehhee

    BalasHapus
  5. Mbuh lah, kok aku bacanya senyum-senyum sendiri. Hehhee

    BalasHapus

Posting Komentar