Bukan Sekedar Wajahmu

7 komentar

Sepertinya ubanku bertambah banyak, iya kah Sayang?”

Aku mengamati sebentar gerakan jari-jari suamiku yang sibuk membolak-balikkan rambutnya ke kiri dan kanan di depan cermin besar dalam kamar kami. Angukkan kecil kuberikan sebelum kembali berlalu untuk meletakkan baju yang baru saja selesai disetrika.

Lihat ini, kerutan di keningku juga sudah mulai terlihat semakin jelas.”

Sayang, kau mendengarku tidak? Ahh, pendengaranku pun sudah tak sepeka dulu.”

Klek...
Merapikan baju dalam lemari sudah beres, aku menghampiri suamiku yang terlihat cemas, “Sebentar lagi Iban dan Lina juga anak-anak mereka sampai, yukk kita keluar kamar.”

Aku terlihat tua tidak dengan setelan baju ini?”

Sudahlah Yah, mereka tidak akan mempermasalahkan itu. Lagi pula kakek mereka kan memang sudah tua”, Aku mengatakannya dengan sedikit tertawa tentu saja.

Kenapa sih kau tidak memanggilku dengan kata “Sayang”, sudah tak pantaskah aku mendengar itu darimu?”

Rona wajahku berubah, sifat manjanya yang dulu muncul lagi seiring dengan usianya yang semakin bertambah juga rasa sensitif yang berlebih.

Aku memilihmu menjadi wanita penjaga hatiku, inginku usia renta tidak memudarkan rasa cintamu terhadapku.”

Entah berapa kali beliau membahas hal ini kepadaku.Sayang, tentu bukan kau saja yang menua aku pun begitu.” 

Tapi kenapa kau tetap terlihat cantik, tak sepertiku yang banyak berubah.”

Selama tiga puluh lima tahun bersama masih sulit saja bagiku menahan diri untuk tidak tersipu akan setiap kata-kata manis yang beliau ucapkan. Rasa panas menjalar hingga ke wajah, pasti pipiku sedang bersemu merah jambu sekarang.

Kenapa masih sama saja rasa terpesonaku akan sosok mu tiga puluh lima tahun silam?”

Sudah cukup Sayang, mari kita sambut anak cucu kita.”

Suamiku menahan lengan kananku, membuatku urung untuk melanjutkan langkah. Mata teduhnya menatapku, “Jawab dulu.”

Kemarilah akan kuulangi kembali pernyataanku.”
Aku menuntunnya duduk di kursi yang tak jauh dari kami, meja kecil yang berada diantaranya menjadi penyangga sepasang tangan renta yang kini kugenggam erat.

Bukan wajahmu yang menjadi alasan utama kita bersama hingga kini, aku jatuh cinta pada pandangan pertama sejak melihat rangkaian kata yang penuh makna pada setiap goresan penamu. Dan bertambah penuh cintaku kala hanya akulah inspirasi kau mencipta karya. Jadi Sayang, aku akan tetap melabuhkan hati selama kertasmu tak lagi polos.

Dan berhenti jika aku tak melakukan itu?”

Itu yang membuatmu berbeda Sayang, dan entah kenapa aku ragu kau akan berhenti melakukannya. Sebab itu juga lah yang membuatmu menjatuhkan pilihan padaku.”

Kau salah, Aku mencintaimu karena wajah cantikmu.”

Tidak akan terjadi jika kau tidak lebih dulu membaca tulisanku.”

Tetap saja aku ragu jikalau parasmu tak seelok ini.”

Berhenti memujiku, perlu kuhitungkan jumlah kerutan di wajahku yang mulai keriput ini? Atau kita adu jumlah uban saja? Seringnya aku yang terlupa sesuatu. Pikunku mungkin beberapa tingkat lebih parah di atasmu. Ingat saat kita mencari kunci rumah? Bertanya pada tetangga sebelah yang biasa kita titipi? ternyata kunci itu kuletakkan di bawah pot dibawah jendela.”

Suamiku terkikik, baguslah jika itu menjadi penanda suasana hatinya yang mulai membaik.

Sayangnya aku tidak mengingat hal itu.”

Astagaa... jika itu berarti aku telah memberitahukan bahwa beliau lebih pelupa maka aku harus bagaimana sekarang?

Tenanglah, yang terpenting sekarang kau harus tetap sehat dan kuat untuk dapat terus menjagaku. Paham?”

Aku menggeleng.

Kenapa?”

Karena kau juga harus sehat dan kuat, tugasmu untuk tetap berkarya dan membuatku terus tersipu.”

Lelaki didepanku tersenyum, aku masih mengagumi senyum itu meski tak seperti dulu lagi. Senyum di atas wajah yang mulai tua memang tak semanis saat tulang rahangnya masih kokoh, namun arti senyuman itu masih sama berkesannya untukku.

--------------++++----------

Terinspirasi oleh pertanyaan seseorang (baca:fans) hhaa, kemarin sore.

 
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

7 komentar

Posting Komentar