Menit-menit
sebelum jam kerja usai selalu aku menyambangi dapur, mencuci gelas
dan membersihkan tangan. Sore ini cukup lama aku berdiam di dapur,
aroma kopi hitam menahanku untuk berlama-lama hingga percakapan
singkat dengan penyeduh kopi membuatku baper.
Baper?
Iya benar, Bawa Perasaan.
Jadi
awalnya aku menikmati aroma kopi hitam yang masih mengepul sembari
melakukan kebiasaanku. Basa-basi pertanyaan terlontar untuk wanita
yang sibuk menyatukan kopi, gula dan air panas untuk menyulapnya
menjadi minuman istimewa. Bola mataku menangkap gerak-gerik saat
tangan tersebut dengan cekatan memasukkan tiga sendok teh penuh bubuk
kopi kemudian menambahkan satu sendok datar
gula pasir, langkah terakir sebelum mengadukknya ia tuangkan air
mendidih ke dalam gelas kira-kira 300 ml.
“Ndak
pait itu mbak?,” penasaranku membuka pembicaraan
“Dah
biasa mbak, mintae bapaknya gini”, tersenyum sembari menutup rapat
tempat gula.
Ia
adalah asisten yang membantu membersihkan kantor sekaligus istri dari
salah satu sopir di perusahaan ini. Keluarga kecil mereka tinggal di
sisi belakang dapur, terpisah dengan bangunan utama. Putri kecil nan
menggemaskan kadang merusuh
di kantor saat ibunya sibuk di dapur. Aku
dan teman-teman kantor suka sekali menggodanya hingga ia harus
berlari membuktikan sebab percaya kami bahwa ibunya akan pergi ke pasar bersama
bapaknya, ketika ia tahu kami berbohong
selanjutnya
adalah
tertawa bersama. Gadis kecil yang pintar.
Suaminya
adalah pecinta kopi, katanya lelah seharian di jalanan akan terangkat
saat
kopi pahit mengalir dalam tenggorokannya. Kekuatannya
akan kembali pulih dan akan ia gunakan untuk bermain bersama anaknya
yang sedang aktif mengenal dunia.
Aku
candu aroma kopi, aliran darahku akan merangsang perasaan bahagia ke
seluruh tubuh. Tapi jangan pernah menawariku untuk meneguknya,
perutku jelas
akan memberontak.
Tiba-tiba
gelas kopi di depanku terasa begitu manis, dipersiapkan untuk
menyambut belahan jiwa yang berpeluh demi keluarga. Imajinasiku
melayang, menari mengitari kepala membumbung jauh tinggi
ke angkasa.
Entah
pujanggaku suka kopi atau tidak, bukan itu intinya. Akan ku sambut
hadirnya dengan sesuatu yang membuatnya yakin bahwa bangunan mungil
kita nanti bukan hanya tempat pulangnya saat malam menjelang, tempat
tidurnya saat kantuk menyerang, bukan pula tempat ia melindungi
keluarga kecilnya dari panas juga hujan. Hanya satu hal yang perlu ia
yakini, dari sinilah semua kebahagiaan, mimpi, harapan dan
cita-cita suci dibangun.
Tentu
tidak sekarang, nanti saat
waktu mengumumkan kebersamaan kami. Akan
kulakukan semua
itu
dalam jalinan cinta
kasih
halal yang diridhoi-Nya.
Sudut
hati yang merindu.
amiin..semoga segera di pertemukan kekasih halal ya
BalasHapus