Katanya
senior, menulis itu obat untuk jiwa yang sedang galau, bimbang,
depresi dan berbagai macam penyakit jiwa lainnya. Nah... sepertinya
saya sedang merasakan salah satu dari itu. Belum mencapai tingkat
depresi namun bisa jadi jika saja
saya telat memutuskan untuk terapi menulis.
Perkenalkan
dulu sebelumnya, beliau laki-laki tampan dan mapan yang memiliki
garis keturunan langsung Tionghoa. Tubuhnya berisi juga menjulang,
kulit putih bersih serta ciri khas yang menempel, bermata “minim”.
Usianya sekitar 40 tahunan saat aku diijinkan waktu untuk bertemu.
Beliau
langsung jatuh hati saat bulan pertama pertemuan kita, sebabnya
adalah aku mampu membuat kagum dokter hewan sebagai perwakilan FAO
yang sedang mampir ke kantor untuk mengambil data penelitian. Simpel
saja sebenarnya, sebagai karyawan baru yang
cuma
penasaran dengan bidang baru
jadi sedikit bertanya tak apa dong.
Empat
tahun bekerja sama membuat masing-masing dari kami sedikit banyak
tahu hal-hal pribadi, yah yang mau di bagi saja. Berhenti jika
terlintas pikiran bahwa ada rasa “lain” diantara kami, karena
yah.. aku benar-benar ingin menjadi satu-satunya orang yang dicintai,
bukan harus berbagi dengan yang lain. Ku buka sajalah siapa dia.
Beliau adalah bos ku yang telah beristri dan memiliki dua anak lucu
yang menggemaskan. Anak pertamanya cantik luar biasa dengan rambut
hitam lurus yang tergerai dengan elegan, malaikat
kecil
pelengkap keluarga mereka hadir dengan mata yang tidak mampu
sempurna “membuka”. Aku suka melihatnya tertawa, seperti ia
memejamkan mata, hhaa.
Beliau
tahu perjuanganku akan masa depan, mendukung penuh setiap tindakan di
luar kerja. Aku berterima kasih atas kelonggarannya memberikan ijin
agar leluasa menyelesaikan tugas kuliah, semua dalam batas kewajaran
tentunya.
Selepas
istirahat siang, beliau duduk santai di depan meja kerja memberiku
isyarat bahwa kini dia akan mengeluarkan tugas baru, membuat tanganku
refleks
menyingkirkan segala yang tergeletak di atas meja dan mengeluarkan
agenda tugas harian, seksama menanti beliau bertitah.
“Jadi
tahun ini kamu wisuda, Ci?”
Nahhh...
pertanyaan macam apa ini?
“Iya
pak”
“Setelah
itu mau bagaimana?”
Ada
rasa khawatir yang tersirat dalam pertanyaannya. Dan sungguh untuk
balas budi telah aku persiapkan jawaban yang akan membuat beliau
lega, dan semoga ikhlas melepasku.
“Mau
merapikan semua berkas di kantor dulu pak,” hati-hati aku merangkai
kata, tak tega melihat beliau terluka.
“Maksudnya?”
“Semua
hal yang berhubungan dengan vaksinasi, persiapan chick in, coret
ayam, produksi, afkir dan lainnya akan coba saya kumpulkan.”
Banyak
hal kecil yang tidak tercatat rapi, hanya telah menempel kuat pada
ingatan. Dan membuatnya lega hanyalah dengan detail-detail kecil yang
dulu beliau pasrahkan padaku tidak hilang bersama perginya diri ini.
“Mau
kau buat seperti apa?”
“Ini
sedang saya rangkai pak, besok siang saya ajukan”
Beliau
mengangguk, lalu hening.
**
Beberapa
hari berlalu dan siang itu aku dipanggil untuk berkumpul dengan
senior dan HRD ku. Ini meeting penting, apalagi sebutannya jika hanya
petinggi-petinggi yang kutemui.
Kami
berkumpul dalam satu meja, pak bos menyuruhku menyiapkan segala hal
yang beberapa hari lalu aku presentasikan. Ia berujar bahwa HRD juga
seniorku harus membuat semacam itu untuk perbaikan SOP. Duhhh...
melambung, mendengar pujian berkali-kali mengalir dari beliau.
Sudah
kubilang bukan bahwa aku termasuk pandai mengamati tingkah
orang-orang sekitar untuk kemudian kucuri apa-apa yang mampu membuat
mereka senang. Pak bos adalah orang yang mengajariku membuat outline
untuk setiap analisa, tak lupa sentuhan warna-warni hingga kami
bersemangat membahas setiap bagian, semacam mind map.
Goresan
warna dalam setiap pekerjaan menjadikan pak bos tertarik akan setiap
data yang kusodorkan. Dan presentasiku penuh dengan warna,
menghilangkan kesan jenuh efek samping dari kenyataan detail
pekerjaan yang mesti dilakukan.
“Ci,
buatkan ulang semua detail pekerjaan yang team mu pegang. Tunjukkan
padaku dan akan aku bukukan.”
Lemessss....
ini jelas akan memakan waktu panjang juga melelahkan mengingat bahwa
banyak sekali hal-hal remeh yang kadang terlewat dan itu penting.
Jadi
ini menjadi penghalang
kepergianmu
?
Bukan..
ini
sebuah tantangan.
Beliau
orang baik yang bersedia membagi ilmunya, tak kan kutahan diri untuk
menularkan kemampuan demi kemajuan perusahaan beliau. Terima kasih
pak, untuk perkenalan kita yang mengagumkan.
Semangat bekerjanya
BalasHapusSalam utk pak Bosnya ya mbk Ci ..
BalasHapusHehee
hbs wisuda, nglamar kemana de?
BalasHapusHhhaa... Mau blajar buat cerita anak... Ajariiin mbak...
HapusMantap tenan
BalasHapusJadi ikut kagum sama pak boss
BalasHapusPak Bosnya keren banget mba. Salam ya utk beliau. Eh..hehehe
BalasHapusCie...pak bos teladan.....aawaass ada yg kesengsem....ntar.....
BalasHapusSemangat mbak ciani....
Moga segera nemu pak bos yg ciamik....
Cie...pak bos teladan.....aawaass ada yg kesengsem....ntar.....
BalasHapusSemangat mbak ciani....
Moga segera nemu pak bos yg ciamik....
Cie...pak bos teladan.....aawaass ada yg kesengsem....ntar.....
BalasHapusSemangat mbak ciani....
Moga segera nemu pak bos yg ciamik....
Pak boss baik, yah...
BalasHapusAlhamdulillah...
Duh, sayang banget kalo harus ninggalin pak bos yang baik hati begini.
BalasHapusDuh, sayang banget kalo harus ninggalin pak bos yang baik hati begini.
BalasHapus