Lampu Sein

2 komentar

Kepalaku sudah berdenyut, melewati semalam di atas gerbong kereta jakarta-jogja ditengah malam ternyata mengurangi kualitas istirahat ku. Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, mentari sudah terik dengan kilau sinar putihnya. Harus segera bergegas karena satu jam dari sekarang aku harus sudah berada di belakang meja kerjaku dengan setumpuk berkas yang tertunda dua hari kerja.

Perutku sudah keroncongan karena melewati pagi tanpa menyempatkan diri untuk menyantap sarapan pagi. Tak kupedulikan. Aku butuh bertemu dengan bus sesegera mungkin. Heran sih, di area stasiun yang cukup besar di kota gudeg ini tidak mudah menemukan angkutan umum dengan segera. Heemmm, kebijakan pemerintah mungkin, memberikan lahan untuk para tukan ojek, becak maupun taksi untuk mengais rejeki.

Sayangnya aku sedang tak bermain-main dengan waktu, jika tidak diharuskan maka akan ku dekati bapak tua yang terduduk diam di dalam becaknya disampingpenjual es, wajahnya terlihat lelah namun seketika berubah ramah kala melihat orang-orang dengan tetengannya berjalan mendekatinya yang kebanyakan hanya melewatinya. Mengelilingi kota jogja di pagi hari pastilah sangat menentramkan.

Aku berjalan menjauh dari stasiun mendekati jalan raya dan berharap berpapasan dengan bus antar kota. Nihil. Dari informasi yang kudapatkan tak mungkin ada bus melewati jalan ini. Ku pikir daripada balik kembali ke stasiun aku memutuskan berjalan kaki menuju arah kanan, seiring langkahku dengan doa semoga ke arah yang benar.

Yuhuuu..... tak ada gunanya mengumpat kebodohan diri sendiri, setidaknya sekarang aku di dalam trans jogja dengan aroma pewangi ruangan yang berkolaborasi dengan dinginnya AC, setidaknya menenangkan otakku juga lelah kakiku yang kupaksa berjalan sejauh 4 km.

Aku duduk dekat pak sopir yang sedang bekerja (mirip pak kusir yaa, hhee) tak ada penghalang sehingga dengan jelas bisa kudengar beliau yang sesekali bercengkrama dengan mas kernet. Dan kalian tahu apa yang membuat mereka tertawa pagi ini ??

Traffic light berwarna merah dan mengharuskan pak sopir untuk menghentikan kendaraan besinya. Di depan kami terdapat beberapa pengendara sepeda bermotor.

“Cobo betek-en, ngarepan kae bapak-bapak opo ibu-ibu?”

“Ibu-ibu ...”

“Tenane?”

“Hiyo”

“Kae reteng nganan yo, ngko menggoke ngendi?”

Percakapan yang membuatku melek dan mengulum senyum, tahulah kalian fenomena semacam ini.

Dan aku akirnya tertawa sendiri kala menyadari, bukankah aku juga calon ibu-ibu ??
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

2 komentar

Posting Komentar