Pasar yang tidak menjual wortel

5 komentar
Happy weekend....

Aku masih berkutat di atas kasur, membersihkan coretan-coretan sketsa yang semalam kutinggal tidur karena ide tak kunjung muncul. Lagipula hari ini ayah dan ibu menengok nenek di luar kota, jadi tak perlu bergegas keluar kamar agar tak dimarahi ibu.

"Bang, hari ini mau kemana ?"

A lin, adik perempuan ku yang tak bisa diam dan sudah kuduga akan merusuhiku. Aku akan tenang jika ibu dirumah, karena adikku ini sedang getol-getol nya menyerap ilmu memasak dari ibu.

"Di rumah aja, mo nyuci greendy"

"Anterin adek ke pasar yuk bang?"

Hadeeehhhh.... Itu kan biasanya tugas ayah nganter ibu, aku ga niat harus nunggu dipinggir jalan dengan waktu yang tidak bisa ditentukan lamanya. Lagipula kenapa sih repot-repot sampai pasar, mang ujang aja dengan gerobak sayurnya siap nongkrong di perempatan desa. Belum lagi beli wortel pake muterin 5 pedagang di tempat yang berbeda. Apa coba tujuannya.

"Tapi abang yang tentuin pasarnya ya?"

"Ga masalah, ayuk sekarang"

"Eitss... Ga bisa dek. Kita harus siap-siap bawa bekal"

A lin termenung melihatku mempersiapkan segala nya yang di packing ke dalam satu tas besar berukuran 80 lt, perlengkapan pribadi nya ku masukkan ke dalam daypack.

"Bang, kita mau ke pasar mana sih ? Kayak mau naik gunung aja deh"

"Perjalanan kita memang akan melewati gunung dek, bahkan harus bermalam"

"Repot amat bang, ke pasar yang biasanya aja yuk?"

"Kalau pulang dari sana kamu kecewa, kamu bisa minta abang apa aja"

"Wahh, asyikk.. Pasti pasarnya lengkap, bawa tas gede gitu"

Adikku tersayang... Kau akan tahu betapa hidup mu akan diwarnai oleh perjuangan, kerja keras tanpa rasa manja tapi tenanglah kerlip bintang tak kan membiarkanmu berjalan sendiri dalam gelap malam.


***

A lin terduduk seolah ia tak lagi punya kekuatan untuk berdiri. Matanya diselimuti genangan air, pandangannya berloncatan kesana kemari mencoba melahap semua yang bisa ditangkap indranya. Ada rasa bersalah dihatiku, andaisaja kuberitahu ia di awal, maka persiapan kami tak akan tiba-tiba. Aku terlalu percaya bahwa otot-ototnya sudah lentur hanya karena ia tak pernah absen berlatih karate seminggu sekali.

Kuhampiri ia, kudekap dan kurasakan ia sesunggukan, memeluk erat tubuhku.

"Adik kecewa bang...."

"Maafin abang ya dek, sesuai janji abang, kamu boleh minta apa aja, boleh marahin abang sesuka mu"

A lin melepaskan pelukannya, mengusap airmatanya. Ada senyum diwajah mungilnya.

"Ajakin adek ke pasar yang beginian lagi bang"

Giliran ku yang menangis haru.... Adik ku ini memang sesuai praduga ku, ia tangguh, kuat dan tak bisa dipandang remeh.


Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

5 komentar

Posting Komentar