Alasan kepulanganku
adalah memastikan bahwa semua ini menjadi miliku. Aku tidak ingin
terlalu lama membiarkan nya sendiri mengarungi dunia yang tak bisa
diterka. Bukan.. Sebenarnya aku yang butuh dia untuk melengkapi hidupku.
Sore ini kupinta dia datang, jelas tidak dirumah. Aku tak ingin dia merasa menang karena telah berhasil membongkar semua kejutanku. Taman kota adalah tempat sakral untuk kami berdua.
Semesta seolah mendukung rencanaku, langit biru cerah bersih udara segar memenuhi rongga dada. Aku sudah tak tahan menunggu kehadirannya. Kenapa dia belum datang? Tidak biasanya dia terlambat seperti ini, bukaann... Ternyata aku terlalu cepat datang. Aku sudah tidak kuaattt....
Gadis itu datang dari jalan yang berada di antara bunga-bunga matahari yang sedang bermekar.. Auranya sudah memenangkan hatiku meski wajahnya belum terlalu terlihat. Bisa tidak sih dia berjalan lebih cepat !
Tunggu.. Kenapa wajahnya masam, bukan senyum mengembang yang biasa ia perlihatkan.
"Hay ci..."
Dia hanya tersenyum.
"Ciee yg ngambek ga tak kabarin kalau pulang"
Dia kembali menarik 2 garis pipinya ke atas. Oke sekarang aku yang panik, apa yang harus aku lakukan ? Jalan terakir. Ku keluarkan sekuntum mawar putih, mendekatkan kewajahnya, berharap mampu merubah raut wajahnya. Nihil.
"Ku mohon Ci, bicaralah"
Secepat kilat cahaya membelah langit angkasa, wajahnya merona, menampakan kembali senyum yang kutunggu. Lagi... Selalu dia yang memenangkannya, kupikir aku yang sudah berhasil, namun dia yang sekali lagi berhasil mengibuliku.
"Bagitahulah ibu mu tentang kepulangan dan kejutan yang sudah kau siapkan"
Aku tersenyum kecut, ibu selalu tak bisa berteman denganku jika menyangkut dia.
"Sungguh teganya kau, apa yang harus kau lakukan dengan rinduku ini ?"
"Sebentar, Fay itu kamu kan ?"
"Atas dasar apa kau menuduhku"
"Aku masih ingat tentang ceritamu akan sahabat yang seperti sodara, berbagi berbagai hal dan berlaku seolah anak kembar. Dan satu lagi, ibu.. Siapa lagi yang bisa membuat ibu membocorkan rahasia ku"
"Hanya itu jalanku utk bisa menemui mu, andai kau tahu betapa inginnya aku memelukmu. Sayang kau terlalu lama mengembalikan identitas kak Lala, jika saja lebih cepat, tak perlu selama ini aku menunggu"
Aku terdiam.. Ya Tuhan, teganya aku menyakiti gadis ini. Tak kupikirkan perasaannya.
Dia bukan Fay, dengarkan.. Kan ku kenalkan gadis ini pada kalian. Namanya Ciani Limaran, gadis kelahiran Bogor 19 September 1992 ini kini menetap di solo. Entah apa yang dipikirkannya, hingga waktunya begitu mahal. Full day mengabdi pada perusahaan ayam petelur, lepas itu berlanjut dengan kuliah jurusan impiannya-bahasa Inggris.
Weekend sudah dibagi untuk bertemu dengan teman-teman nya dari berbagai kota dan komunitas. Akir-akirnya ini kembali ia bergabung dengan komunitas menulis untuk meraih mimpi besarnya.
Hobynya bergerilya mencari teman baru untuk memperlebar jaringannya. Bergabung dengan komunitas social dan menjelajahi dimanapun alam memanjakan mata.
Dia lah, calon ibu dari anak-anak ku.
Sore ini kupinta dia datang, jelas tidak dirumah. Aku tak ingin dia merasa menang karena telah berhasil membongkar semua kejutanku. Taman kota adalah tempat sakral untuk kami berdua.
Semesta seolah mendukung rencanaku, langit biru cerah bersih udara segar memenuhi rongga dada. Aku sudah tak tahan menunggu kehadirannya. Kenapa dia belum datang? Tidak biasanya dia terlambat seperti ini, bukaann... Ternyata aku terlalu cepat datang. Aku sudah tidak kuaattt....
Gadis itu datang dari jalan yang berada di antara bunga-bunga matahari yang sedang bermekar.. Auranya sudah memenangkan hatiku meski wajahnya belum terlalu terlihat. Bisa tidak sih dia berjalan lebih cepat !
Tunggu.. Kenapa wajahnya masam, bukan senyum mengembang yang biasa ia perlihatkan.
"Hay ci..."
Dia hanya tersenyum.
"Ciee yg ngambek ga tak kabarin kalau pulang"
Dia kembali menarik 2 garis pipinya ke atas. Oke sekarang aku yang panik, apa yang harus aku lakukan ? Jalan terakir. Ku keluarkan sekuntum mawar putih, mendekatkan kewajahnya, berharap mampu merubah raut wajahnya. Nihil.
"Ku mohon Ci, bicaralah"
Secepat kilat cahaya membelah langit angkasa, wajahnya merona, menampakan kembali senyum yang kutunggu. Lagi... Selalu dia yang memenangkannya, kupikir aku yang sudah berhasil, namun dia yang sekali lagi berhasil mengibuliku.
"Bagitahulah ibu mu tentang kepulangan dan kejutan yang sudah kau siapkan"
Aku tersenyum kecut, ibu selalu tak bisa berteman denganku jika menyangkut dia.
"Sungguh teganya kau, apa yang harus kau lakukan dengan rinduku ini ?"
"Sebentar, Fay itu kamu kan ?"
"Atas dasar apa kau menuduhku"
"Aku masih ingat tentang ceritamu akan sahabat yang seperti sodara, berbagi berbagai hal dan berlaku seolah anak kembar. Dan satu lagi, ibu.. Siapa lagi yang bisa membuat ibu membocorkan rahasia ku"
"Hanya itu jalanku utk bisa menemui mu, andai kau tahu betapa inginnya aku memelukmu. Sayang kau terlalu lama mengembalikan identitas kak Lala, jika saja lebih cepat, tak perlu selama ini aku menunggu"
Aku terdiam.. Ya Tuhan, teganya aku menyakiti gadis ini. Tak kupikirkan perasaannya.
Dia bukan Fay, dengarkan.. Kan ku kenalkan gadis ini pada kalian. Namanya Ciani Limaran, gadis kelahiran Bogor 19 September 1992 ini kini menetap di solo. Entah apa yang dipikirkannya, hingga waktunya begitu mahal. Full day mengabdi pada perusahaan ayam petelur, lepas itu berlanjut dengan kuliah jurusan impiannya-bahasa Inggris.
Weekend sudah dibagi untuk bertemu dengan teman-teman nya dari berbagai kota dan komunitas. Akir-akirnya ini kembali ia bergabung dengan komunitas menulis untuk meraih mimpi besarnya.
Hobynya bergerilya mencari teman baru untuk memperlebar jaringannya. Bergabung dengan komunitas social dan menjelajahi dimanapun alam memanjakan mata.
Dia lah, calon ibu dari anak-anak ku.
Posting Komentar
Posting Komentar