Review Salah Profesi

4 komentar
Ijinkan saya garuk-garuk kepala dulu, lalu memijat kening yang mengerut kemudian menutup tab, eh yang terakhir diralat nanti ga jadi nulis lagi.

Menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, fiuuuhhh... masih ada yang ganjel.

Haloo odopers, kalian tentu menyimpan satu kata jika kusebutkan nama seseorang, Aa Gilang. Baru juga mendengar nama tersebut alam bawah sadar teman-teman yang telah lama bercengkrama segera memunculkan sinyal, ini orang kocak banget. Iya ga?

Penggemar Raditya Dika ini memiliki ciri khas kuat dalam setiap tulisannya, bahkan jika itu cerita sedih pun akan terselip humor yang membuat pembaca terbahak atau minimal mengulum senyum. Tapi ketika ada tantangan untuk meniru gaya penulis yang mempengaruhi, Aa tidak mencontoh Raditya Dika, kenapa? Menurut pengakuannya Raditya Dika berbicara tak jauh dari cinta. Jadi mungkin bisa disimpulkan jika Aa bosan membahas cinta, hhaa. Coba buka blognya di awal tahun 2016, ratusan tulisannya tak jauh dari bumbu patah hati dengan ending yang hampir selalu memilukan, wkwkwk, sabar ya Aa.

Nah, inilah kenapa akhirnya saya menjadi pembaca setia tulisan Aa. Ada unsur menghibur  yang menguapkan sebagian lelah kegiatan sehari-hari. Tulisan ringan yang tersirat banyak makna, dibungkus dalam humor agar pembaca tertawa tanpa perlu tahu seberapa menusuk kejadian aslinya.

Dalam tulisan berjudul Salah Profesi ini dibuka dengan lelucon yang menjadi daya tarik dari setiap karya Aa.

Aku adalah seorang guru baru, baru dalam dua hal lebih tepatnya. Baru dipecat sebagai sales produk kecantikan karena tertukar antara pelembab dan balsam.

Kalimat selanjutnya adalah sebuah ungkapan hati kepada pihak lain.

Seolah menjadi sebuah sindiran, seorang pengganguran diangkat menjadi guru kewirausahaan. Rasanya ada yang salah dengan negeri ini, eh yang salah aku deh. So so-an menyalahkan negeri padahal diriku sendiri yang tidak mampu bersaing dalam dunia yang lebih keras dari batu bata.


Saya suka saat segala yang tersimpan dalam dada diucapkan dengan cara yang berbeda, tidak serius hingga tersulut, namun mengangguk dalam senyum sebagai tanda persetujuan.


Kepercayaan diri yang tinggi membuat pembaca harus menggeleng-gelengkan kepalanya, berniat untuk melemparkan batu kepada penulisnya. Simak kalimat berikut,


"Putri Pak, Rasanya saya pernah bertemu bapak sebelumnya." Siswa itu bertanya sambil memamerkan wajah heran.

"Mungkin banyak yang mirip dengan saya," aku membayangkan dia bertemu Nicholas Saputra sebelumnya.



Hhaa... bisa yah timbul pemikiran semacam ini.


Loncatan emosi yang tiba-tiba sebenarnya sedikit membuat pembaca, khususnya saya harus mengulang lagi sebelum memahami maksud yang ingin disampaikan penulis. Tapi ini tidak mengurangi keunikan karya Aa, ending yang tak terduga juga menjadi andalan untuk membuat pembaca tertegun sebab tak pernah memikirkan cerita akan berakhir seperti ini.

Bahasa ringan yang jelas membuat pembaca mudah untuk mengikuti jalan cerita, sisipan humor yang selalu membuat senyum menjadi nilai lebih. Tulisan ini juga tulisan Aa yang lainnya harus dibaca, nikmati setiap kata yang terangkai dan temukan tanganmu menutup mulut jika tidak ingin tawamu mengundang tanya orang lain :)

Terakhir, ini yang membuat ganjel. Apakah review saya bermanfaat? Saya kira iya meski mungkin hanya seujung kuku. Pembaca tidak bisa disamaratakan, ada yang paham tentang segala jenis tulisan, banyak yang hanya membaca untuk mencari hiburan. Bukankah hal yang membuat penulis berbahagia adalah ketika tulisannya dibaca? dan berbahagialah Aa karena tulisanmu memiliki penggemar.
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

4 komentar

Posting Komentar