Preman Peduli

1 komentar
Wajah-wajah tegang tergambar jelas saat Pak Suki memasuki kelas, hari ini adalah pembagian nilai ulangan fisika minggu lalu. Tujuh puluh lima adalah nilai minimal agar tidak perlu mengulang, di bawah itu dapat dipastikan siswa harus kembali mengerjakan soal yang sama untuk memperbaiki nilai.

Tenang aku menatap ke depan, dalam hati optimis jika nilaiku bisa sempurna. Minggu lalu aku mengerjakan setiap soal dengan keyakinan benar seratus persen.

Satu persatu berdasarkan nomer absen Pak Suki membacakan nilai. Bermacam ekspresi hadir sepersekian detik kemudian. Satu dua lolos, beberapa mengulang. Lenguhan kian mendominasi ruang kelas. Aku masih tetap tenang.

Absenku berada di urutan ke-31.

Sampai di urutan ke-20 temanku terlonjak girang. Sony namanya, anak pertama pemilik usaha penggilingan padi, hanya dia satu-satunya yang menggunakan sepeda motor ninja ke sekolah. Perawakannya tinggi besar sempurna dengan hitam legam kulitnya.

Tak ada yang mau ambil masalah dengannya begitupun aku, saat dia memanggil nama untuk meminta jawaban maka kuserahkan kertas jawabanku. Sepuluh menit menyalin jawaban untuk sepuluh soal, luar biasa kecepatan menulisnya.

Lalu senyum manis dia hadirkan saat mengembalikan kertas jawabanku.

Sekarang melihat dia terlonjak dengan nilai sempurna membuatku semakin tenang.

Harapan berlebihan kadang membuat luka yang tercipta semakin dalam. Nilaiku jauh dari angka aman.

Semua mata memandang ke satu titik. Bukan ke arahku tapi ke arah Sony. Pertanyaan yang serupa, kenapa bisa?

Sony anak yang baik, meski dia ditakuti seantero sekolah tapi tak akan melakukan hal keji kepada teman yang telah membantunya menyelesaikan ulangan.

Aku menunduk, hatiku sama berkata, kenapa bisa?

Persamaan vektor bukanlah sesuatu yang rumit, aku hapal di luar kepala rumusnya, Pak Suki juga tahu aku menjadi siswa yang mampu menjawab cepat saat teman yang lain masih bingung menentukan ke mana arah vektor.

Sony memanggil pelan namaku sementara Pak Suki melanjutkan nilai teman yang tersisa.

"Aku akan carikan jawaban untukmu."

Aku menggeleng lemah.

"Aku suruh teman sekelas mengerjakan soal remidialmu, percaya aku."

Senyum tipis aku sunggingkan demi melihatnya tenang, tapi dia mulai kalang kabut bergerak menghampiri teman-teman pintar untuk memaksa mereka.

Aku bisa mengerjakan soalnya, aku bisa...

Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

1 komentar

  1. Kenapa bisa gitu dik ci.....ditukar kah lembar jawabannya? Diganti namanya ya....jahaaaaaat..

    BalasHapus

Posting Komentar