Ketika Mamah Tak Di Rumah

4 komentar
Ada senyum yang mengembang saat hendak memulai cerita ini. Bukan.. jelas bukan untuk menertawakan bapak, tapi lebih teringat kamu, iya kamu yang selalu repot memaksa bahwa setiap perempuan harus pandai memasak.

Kalau perempuan harus bisa memasak maka setiap lelaki harus pandai dalam membetulkan peralatan listrik di rumah, begitu kan?

Nah, masing-masing memang harus memiliki keahlian yang saling melengkapi agar seimbang menjalankan bahtera rumah tangga yang penuh lika-liku.

Dulu saat Bapak dan Mamah berpisah kota, beliau menjadi koki di rumah. Saat itu aku masih kecil, jadi apa pun yang di masak pasti di makan. Mengesampingkan rasa sebab perut kosong adalah koki terbaik, begitulah. Tidak buruk, bisa dimakan, tidak bikin sakit perut terlebih mengenyangkan.

Lalu saat Tuhan Yang Maha Baik mempersatukan kami, Mamah mengambil alih tugas rumah tangga. Aku dan seluruh anggota keluarga mulai mengonsumsi makanan sehat bernutrisi, hhee kalau Bapak yang penting perut tidak lapar. Perlahan kami menjadi anak-anak yang tumbuh sehat, bertenaga dan lebih bersih.

Jumat lalu berita duka datang dari Bandung, Kakak Mamah meninggal akibat pecahnya pembuluh darah, semoga Allah meringankan siksa kubur pakdhe, aamiin. Aku sedikit terkejut saat pulang kerja bahwa Mamah memutuskan untuk berangkat hari itu juga walaupun tidak dapat melihat jenazah pakdhe.

Adikku yang sampai rumah terlebih dahulu sudah membeli lauk untuk makan, malam ini kami tidak akan kelaparan.

Malam menjelang tidur, aku dan adik sering bercerita mengenai banyak hal. Termasuk mengomentari nasi putih yang kami makan.

"Ini yang masak Bapak loh, Mbak."

"Iya kah? ohh ya."

"Tadi pas aku ambil nasi Bapak bilang klo nasinya kebanyakan air."

Masing-masing dari kami tersenyum penuh arti. Aku dan adik selalu pulang mendekati magrib setiap harinya, Bapak yang begitu pengertian paham betul bagaimana lelahnya kami juga lapar yang mendera. Jadi beliau sebisa mungkin menyiapkan apa yang biasa mamah siapakan. Memang biasanya hanya nasi nanti lauk kan bisa beli.

Nasi yang dimasak pun melalui rice cooker, tapi ya itu.. Bapak lupa bagaimana cara menakar kebutuhan air agar nasi sempurna matangnya. Maklum, beda jenis beras beda jumlah airnya dan kalau tidak biasa ya pasti sedikit kesulitan, hhee.

Tenang ya Pak, besok biar Ani yang masak nasi. Untuk urusan lauk, kita tetap beli dulu yah, hhii.

Sayang Bapak..


Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

4 komentar

Posting Komentar