Kepingan Rasa Puzzle 20

2 komentar
Baca puzzle sebelumnya di sini


Pagi ini cerah, awal yang baik untuk memulai hari dengan senyum merekah. Aku datang ke sekolah bersama ayah, kalian mau tahu apa yang terjadi di rumah? ahh, sayang sekali aku sedang tidak ingin membahasnya, mungkin lain kali akan aku ungkapkan.

Setelah mencium takzim tangan ayah, memohon restunya juga berjanji tak akan berbuat yang aneh-aneh aku melangkah ke kelas. Suasana sekolah masih lengang, belum banyak siswa yang datang begitu juga dengan guru-guru.

Eh, itu Agni bukan ya?

Setelah yakin bahwa pandanganku tidak salah, aku berlari kecil menghampiri teman satu bangkuku di depan kelas X.

"Hey, Ci," Agni menyambutku dengan tangan terbuka, aku memeluknya, merasakan dekapan kehangatan di dinginnya pagi ini.

"Sedang apa?"

"Nanti pulang sekolah kita akan main tali, sekarang sedang mempersiapkan semuanya."

"Main tali?" aku mengamati sebuah pohon besar yang berdiri kokoh di depan kelas XH. Ada seseorang di atas pohon dengan tali-temali.

"Iya, latihan biasa saja, kau harus lihat nanti, oke?"

Baiklah, tak ada pandangan sedikitpun tentang ini. Main tali di pohon? jangan-jangan mereka hanya sedang buat ayunan? ahh tidak mungkin, itu aneh.

"Anggaa...." Agni memanggil nama yang ternyata adalah orang yang berdiri di atas pohon, "Ada yang kurang tidak?"

Orang yang bernama Angga mengacungkan jempolnya, Agni mengangguk.

Karena hari masih pagi aku memutuskan bergabung bersama Agni juga beberapa kawan dari ekskul pecinta alam. Hanya duduk-duduk saja di sembarang tempat, menanti Angga selesai dengan tugasnya sesekali Agni berbincang santai mengenai rencana nanti pulang sekolah dengansatu dua temannya.

Tak lama Angga turun, menghampiri Agni, "Beres, semoga tidak hujan ya."

"Iya, aamiin."

"Eh, temen kamu? kenalin atuh," aku sedikit terkejut saat Angga tersenyum ke arahku.

"Oh, ini Ciani, dia penasaran banget sama kegiatan ekskul kita," terang Agni menoleh ke arahku lalu ke Angga.

"Hai Ci, aku Angga, pegang SRT, satu team sama Agni."

"Hai, keren, aku ga ada pandangan sama sekali tentang tali yang tergantung di atas pohon," jawabku jujur.

"Nanti Ciani diajak ya Ni, tenang aja aku yang akan jelasin satu persatu ke dia," pinta Angga disertai cengiran lebar.

"Yee, nanti tugas ga ada main-main," seru Agni galak.

"Iya-iya, memperkenalkan kegiatan kita kan tugas juga," balas Angga.

Aku terkikik menonton mereka bertengkar, "Nanti aku lihat saja kalian main tali yah, ga usah di jelasin."

Angga buru-buru meralat pernyataanku, "Oh tida-tidak, kau harus mencobanya, aku yang dampingin."

"Anggaaaa.... awas aja klo kamu macem-macem sama temenku," ancam Agni.

"Hhaaa, galak bener, ga seneng amat sih lihat temennya bahagia."

"Sudah-sudah, aku mau ke kelas aja deh," pamitku.

"Ikut Ci, oh ya nanti ikut pelajaran Ga, jangan dijadiin alesan buat ijin kan pasang anchornya udah selesi, jangan malu-maluin ekskul kita."

Angga menggaruk dahinya, "Iya siap."

"Eh Ci,"

Aku menoleh ke arah Angga, "Ada apa?"

"Nanti harus datang, aku tunggu yah."

Aku tersenyum, mengangguk, Agni melotot ke arah Angga yang segera kabur bergabung dengan teman-teman yang lain.

"Jangan galak-galak Ni," ucapku saat kami berjalan menuju kelas.

"Anak itu nyebelin Ci, setiap ketemu ngajak berantem mulu," kilah Agni.

"Hhii, tapi sepertinya kompeten."

"Iya, dia sebenarnya atlet panjat."

"Serius kamu?"

"Iya serius, beberapa piala terpajang di kantor guru atas namanya."

"Hebat-hebat, nanti aku mau lihat dia main tali."

"Iya, tapi Ci...."

"Apa?"

"Hati-hati ya."

Keningku berkerut, "Memngnya kenapa?"

"Nanti kamu terpesona lagi sama Angga, hhaaa...."

Agni berlari kecil menghindari cubitanku, aneh-aneh aja sih tuh anak.


***

Tak sabar rasanya ingin segera melihat Agni dan kawan-kawannya bermain tali, seperti apa sih, sekuat apapun aku membayangkan tak ada ide yang terlintas sedikitpun.

Jika biasanya aku tidak mau ke kantin, kali ini dengan senang hati aku bergabung bersama Agni, Dania dan Raiya. Menolak lebih lama melihat Gilang yang sepertinya akan menghabiskan waktu istirahat di kelas.

Istirahat berjalan menyenangkan, membicarakan banyak hal sembari menyeruput es teh dan makanan kecil pengganjal perut. Melemaskan ketegangan otot untuk selanjutnya nanti siap di isi kembali dengan pelajaran yang baru.

"Ke kelas yuk," Ajak Dania, semua menyetujui.

Kurang dari tiga menit bel akan segera berbunyi, kami bersiap di dalam kelas. Aku mengeluarkan buku-buku untuk kemudian di letakkan di atas meja, menanti Pak Guru memasuki kelas.

"Kenapa Ci?" Agni bertanya melihatku sibuk membongkar seluruh isi tas.

Aku tak menjawab, kembali mengecek setiap bagian dari dalam tas.

"Cari apa sih Ci?" Raiya mendekati meja kami yang disusul Dania.

Aku menyerah, menatap mereka satu persatu, "Buku paket kimiaku, ga ada."

Dalam hitungan sepersekian detik ketiganya terdiam, mencoba mencerna bahwa ini bahaya besar.

"Coba cari lagi."

"Yakin ga ketinggalan di rumah?"

"Pelan-pelan, aku bantu."

"Tenang Ci, pasti ada."

Suara-suara yang mereka ucapkan justru menambah kalut perasaanku, sampai-sampai aku tidak bisa berpikir tenang. Kemarin aku yakin sudah memasukkan semuanya ke dalam tas, tapi kenapa tidak ada? nah, aku sendiri meragukan keyakinanku.

Bel masuk kelas berbunyi, ketiganya menyerah, buku itu tidak ada, aku pasrah.


Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

2 komentar

Posting Komentar