Kepingan Rasa puzzle 10

3 komentar
Baca puzzle sebelumnya di sini


Sambungan telpon terputus, masih belum sepenuhnya paham tentang apa yang dibicarakan Gilang tadi. Lama aku pandangi foto Agni dan Raiya yang berdiri menghimpitku di taman sekolah, foto yang aku jadikan wallpaper tersebut di ambil hari ini saat mereka mengajakku berkeliling mengenalkan bagian-bagian sekolah.

Mereka menyambutku dengan baik membuatku sedikit merasa nyaman memulai hari. Bandung masih bagian indonesia kan? Dimana kata orang penduduknya ramah-ramah dan aku percaya sebab telah membuktikannya sendiri.

"Ayah, eemmm... Kenal Gilang nggak?"

Ayah meletakkan koran dari tangannya ke atas meja, pandangannya beralih kepadaku.

"Apa dia mengganggumu, nak?" Ibu yang datang dari arah dapur rupanya mendengar pertanyaanku.

"En... Enggaak kok Bu, Gilang itu teman sekelasku."

"Gilang ya, dia memang cukup unik tapi tidak berbahaya."

"Unik seperti apa yang Ayah maksud?"

"Pada dasarnya setiap murid memiliki caranya sendiri untuk menunjukkan siapa dirinya, seperti apa dia ingin dikenal."

Jika Ayah bilang kalau dia baik berarti memang tak ada yang perlu dikhawatirkan, Agni dan Raiya juga tidak memperingatkanku tentang Gilang, jadi kesimpulan awal anak itu memang aman.

"Memang murid yang punya nama Gilang cuma satu, yah?"

Ahh, pertanyaan ibu membuatku terkejut, iya ya bagaimana kalau Gilang yang ayah maksud berbeda dengan teman satu kelasku?

"Seingat ayah sih iya, yang terkenal cuma satu, hhee."

"Kenapa nada bicara ayah gitu sih?"

"Sudahlah nak, memangnya ada apa dengan Gilang?"

"Emm.. Ayah tau tentang.. Emm.."

Aku mengurungkan niat untuk menanyakan tentang misi rahasia, belum saatnya untuk khawatir.

"Ada masalah, Sayang?"

"Tidak ada bu," aku memeluk lengan ibu dan menyenderkan kepalaku, meyakinkannya bahwa dihari pertama putrinya masuk sekolah, semuanya berjalan baik.

"Ayah, besok boleh aku berangkat sekolah sendiri? Jam 6 pagi harus sampai."

Ayah memandangku penuh selidik, "Ada apa? Satpam pun belum datang."

"Tugas kelas, Yah. Boleh ya?"

"Memang sudah hafal jalan?"

"Sudah dong Bu, kan tidak sulit, tidak terlalu jauh juga."

Ibu memandang ayah, meminta persetujuan dalam isyarat tatapan mata. Aku menunggu dengan cemas, jika ayah tak mengijinkan maka dipastikan aku akan dapat masalah dari ketua kelas.

"Kamu yakin?"

Anggukan mantap aku tunjukkan dan ayah akhirnya memberikan ijinnya. Ijin ayah sudah sepaket dengan restu ibu sebab beliau selalu yakin dengan keputusan yang ayah ambil.

Aku menuju kamar setelah mendapat persetujuan dari ayah dan ibu.

Sekolah ini aneh, dulu di Solo tak ada misi rahasia seingatku. Heem, baiklah aku tidak sabar untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan misi rahasia yang disampaikan sang ketua kelas.
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

3 komentar

Posting Komentar