Bukan Kancil Biasa

4 komentar
Kancil termenung di ujung gubuk seorang petani yang sedang menjaga kebunnya. Perutnya keroncongan namun ia tak sampai hati untuk mencuri timun yang mulai masak di kebun petani tersebut. Setiap pagi petani selalu datang ke kebun, memotong rumput liar, menyirami cabai, tomat, terong, timun dan berbagai tanaman lainnya.

Siang harinya istri petani datang bersama dua anaknya yang masih kecil-kecil, membawa bekal dan mereka makan bersama di gubuk ini. Biasanya sebelum sore mereka telah bersama kembali ke rumah, namun akhir-akhir ini situasi desa sedang ruwet. Banyak hewan yang turun dari hutan untuk menjarah kebun mereka. Ini semua disebabkan karena hutan telah dibakar oleh sekelompok orang dari kota, untuk mendirikan pabrik begitu kata mereka. Petani hampir selalu menjaganya hingga petang.

Dilema yang dirasakan kancil membuatnya sedih, apa yang harus ia lakukan? Sebenarnya bukan salah dirinya juga teman-temannya yang hanya ingin mengisi perut mereka sebab tempat tinggal mereka telah dipersempit. Tapi sekali lagi ia tak tega melihat para petani harus gagal panen karena ulah dirinya juga teman-temannya.

Saat Kancil tengah tenggelam dalam lamunannya ia dikejutkan oleh sebuah timun yang diangsurkan petani tepat di hadapannya, ingin rasanya lari namun air liurnya hampir menetes melihat makanan lezat terhidang di depan mata.

Apakah ini jebakan?

Kancil adalah hewan cerdik, ia sering melihat teman-temannya seperti kera, babi, dan lainnya yang seringkali masuk perangkap petani di desa dan setiap yang masuk dalam jebakan tak pernah terdengar lagi kabarnya.

Makanlah.

Mungkin seperti itu yang ditangkap Kancil melihat petani tersenyum dan meletakkan timun di atas tanah lalu kembali menerawang jauh ke dalam hutan. Bisa saja petani merasakan dilema yang sama dengannya, alam sudah sedemikian tertata dengan rantai makanan yang terjaga namun seringnya manusia dengan dalih meningkatkan kemakmuran merusaknya semena-mena.

Timun itu segar sekali, Kancil melahapnya perlahan hingga tak ada sisa. Tiba-tiba ia tahu apa yang harus ia lakukan.

Kancil melompat ke hadapan petani hingga mengaggetkannya, lalu melompat-lompat kecil di samping obor yang berada di samping gubuk kemudian mengitari kebun di mana Kancil berhenti sejenak di beberapa titik kemudian melompat-lompat.

Semoga petani mengerti maksudku.

Setelah itu ia pergi masuk hutan dengan kecepatan tinggi, perutnya sudah terisi dan ia tidak akan membiarkan teman-temannya kelaparan. Tujuannya satu berlari masuk ke dalam hutan, jauh, jauh lebih dalam, dimana tempat tersebut tak diketahui oleh manusia. Ia akan mengajak teman-temannya untuk memulai hidup baru di sana. Tak apa gelap dan terasa lebih lembab dari tempat tingglnya dulu yang penting orang dari kota itu tak mengusik mereka.

Di gubuk petani tersenyum, ia membunyikan kentongan hingga warga desa berkumpul.

“Aku punya cara agar hewan-hewan dari hutan tak menjarah kebun kita.”

“Tembaki saja mereka.”

“Buat perangkap yang mematikan, biar jera.”

“Kita lempari batu.”

Sahut-sahutan warga yang geram akan ulah hewan hutan terdengar memenuhi langit yang gelap tanpa bintang.

“Tenang saudara-saudara, kita akan memasang banyak obor di sepanjang batas dekat hutan dan bergantian untuk menjaganya hingga panen menjelang.”

“Benar. Hewan hutan takut pada api.”

“Apa akan berhasil?”

“Saya yakin ini akan berhasil. Mari kita coba.”

Malam itu penduduk desa bergotong royong mencari bambu untuk membuat obor, sedang jauh di dalam hutan kancil tersenyum lega sebab ia telah menemukan kawasan hutan di bawah air terjun yang tersembunyi, sepertinya cocok untuk tempat tinggal baru ia dan kawan-kawannya. Kobaran api dari desa menyempurnakan rasa bahagianya, petani tahu apa yang ia maksudkan.


#UbahEnding

Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

4 komentar

Posting Komentar