Sore Hari Di Sebuah Perpustakaan

2 komentar
“Apa kita tidak menarik?”

Yang diajak bicara melirik, mengangkat bahu, tak memperdulikan.

“Hei, menurutmu apa kurang kita hingga diabaikan seperti ini?”

Kembali menghela napas, temannya ini sedang sensitif sepertinya.

“Dan kau juga tak mengindahkanku”

Nah kan benar.

“Kau terlalu naif, biarkan saja ia pergi toh masih banyak yang akan berkenalan denganmu lagi”

“Tapi sebelum ia bertemu dengan dua bocah lelaki itu, bukankah kita sudah dalam genggaman?”

“Hey tidak usah kecewa seperti itu, lihat teman-teman kita bahkan hanya dilewati tanpa dilirik sedikitpun”

“Tunggu, apa aku kalah dengan dia yang penuh dengan beragam warna?”

“Mungkin kau lebih kucel”

“Sebab lebih banyak tangan yang menjamahku, pembuatku tak kalah keren dengan yang lain, bedah aku maka banyak keistimewaan khas yang tak ada pada yang lain”

“Kau itu cerewet sekali, diam lah”

“Aku cuma butuh penjelasan”

Yang ditanya diam, tak berkomentar, asyik mengamati orang-orang dengan kesibukannya masing-masing.

“Heeiiii....”

Pura-pura tidak dengar, baru kali ini bertemu dengan teman yang berisik sekali bahkan mudah sakit hati, payah.

“Aku bosan hanya berdiam diri disini, aku ingin menjelajah ruang dan waktu, aku ingin melihat banyak mata terpana, terpesona, berkhayal dan berimajinasi bersamaku”

“Heeiiii.... dengarkan aku”

Seolah tak diajak bicara, tak ada sedikitpun respon yang ditunjukkan untuk kawan gilanya itu.

“Baiklah aku akan bertanya langsung padanya”

Tentu hanya sebuah lirikan atas pertanyaan yang baru saja terlontar.

“Aku benar-benar akan bertanya langsung pada orang yang mengabaikanku dan justru memilih satu dari yang lain, kubuat ia menyesal telah melakukan ini padaku”

“Lakukan... lakukan saja sesuai keinginanmu”

Mata itu berbinar, mendapat dukungan dari teman satu nasib.

“Baik, aku akan memperjuangkan nasib kita”

“Lakukanlah hal yang menurutmu benar. Tapi jangan terkejut jika setelah itu kau akan dilempar atau dibakar”

“Kejam sekali bicaramu”

“Kau pikir apa yang akan dilakukan manusia mendengar sebuah buku melayangkan protes, hah?”

Sebuah tangan mengambil buku yang tergeletak di atas meja, meletakkannya diantara buku yang sejak tadi tak henti berbicara dan buku yang tak selera untuk menanggapi curahan hati kawannya.

Ruangan perpustakaan sebentar lagi akan tutup, lampu telah dimatikan, pendingin ruangan tak lagi berfungsi, tak ada suara. Saatnya buku-buku berdoa semoga esok akan ada yang sudi untuk membawanya pulang.


Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

2 komentar

  1. Suara hati para buku.
    Ayo baca buku!

    BalasHapus
  2. semoga suatu hari buku2 itu ngga demo minta keserataan gender ma e book yah..

    BalasHapus

Posting Komentar