Kembali ke Awal

3 komentar
Pukul lima sore tepat, aku bergegas bersiap untuk pulang. Biasanya aku yang paling rajin menemani semua teman kerja hingga mereka selesai namun sore ini ada janji yang harus segera ditepati.



Kecepatan di atas rata-rata membuat rok panjangku berkelebat bertabrakan dengan angin yang cukup kencang berhembus. Belum banyak kendaraan yang mengisi jalan raya tapi sebentar lagi pasti penuh, bersamaan dengan karyawan beberapa pabrik yang berganti shift.


Di sepanjang jalan aku sudah membayangkan bahwa mungkin cukup waktu satu jam sebelum menghadiri undangan Fany , tak apa terlambat toh aku sudah mengatakan hal ini padanya.


**

Suasana waroeng steak di daerah pinggiran kota solo masih ramai padahal tiga puluh menit lagi akan segera ditutup. Sepeda motor berjejer rapi di tempat parkir, tukang parkir yang selalu tersenyum memberikan solusi untuk menyumpalkan lagi satu motor diantara penuhnya lahan.

Aku celingukan mencari Fany, sudah pulangkah ia? Telponku tidak di angkat pesan juga tidak berbalas, marahkah? Ahh mungkin iya, aku tidak hanya terlambat satu jam dari perjanjian, semoga ia masih mau mendengarku.

Seorang gadis muda dengan balutan baju hijau toska duduk menyendiri di pojok ruangan, menunduk dengan memainkan ponsel dalam genggaman. Fany. Sudah kuduga ia marah, tapi masih ada harapan karena ia masih disini, belum pulang, menungguku.

Hai….,” sapaku dengan senyum lebar membuka percakapan yang terkesan canggung

Fany hanya mendongak sebelum kembali sibuk dengan rutinitas seperti sebelumnya.

Maafkan aku, tadi….”

Belum selesai aku menyampaikan alasan ia menyela, “Duduklah”

Di depanku sudah terhidang spageti kornet dengan saus merah menyala, sepertinya pedas.

Makanlah”

Aku mengernyit, bukankah Fany adalah orang yang tahu benar bahwa makanan pedas hanya akan membuat badanku lemas?

Cepat makan,” ulangnya

Patah-patah gerakan tanganku melilitkan mie panjang itu pada garpu, menutup mata sebelum memasukkannya ke dalam mulut untuk dikunyah. Benar saja, saus campuran apa ini yang dengan cepat membakar lidahku, segera air mineral mendorong makanan yang tak sempat kukunyah sempurna untuk segera melewati kerongkongan.

Kenapa terlambat begitu lama?”

Berulang kali aku menenggak air mineral, menetralisir rasa panas yang tak kunjung mereda, Fany hanya menatapku bosan.

Hei cepatlah katakan, kau mau diusir pelayan, sebentar lagi mereka akan menutup warung?”

Maaf, tadi aku mengantar ibu kontrol”

Fany menunggu kelanjutan ceritaku yang bercampur dengan berhuh-hah.

Percayalah, aku sudah mengingatkan beliau berulang kali, pagi sebelum berangkat kerja, saat makan siang dan sebelum pulang kerja”

Lalu?”

Saat aku tiba dirumah kukira beliau sudah siap jadi kita bisa segera berangkat namun ada yang terlupa, kartu periksa tidak ada di tempat biasanya. Kami mencari beberapa waktu hingga menemukannya di bawah bantal tempat tidur beliau”

Hanya beberapa waktu, kenapa terlambatmu begitu lama?”

Ibu lupa mengatakan padaku sesampainya di rumah sakit bahwa seharusnya kita membawa obat yang membuat badan beliau gatal­-gatal sebab alergi. Aku sungguh tidak tahu jika dokter berpesan seperti itu saat terakhir kami periksa. Sebelum nomor antrian kami dipanggil aku kembali ke rumah untuk mengambil obat.”

Berhenti sebentar, air mineral di atas meja sudah hampir habis tapi rasa pedas ini melekat sempurna di mulutku.

Mungkin karena terlalu lama tiba, ibu tidak mau masuk ke dalam ruangan saat nomor antriannya dipanggil, jadilah kami harus menunggu pasien yang melompati nomor kami selesai diperiksa”

Fany mengerjapkan mata, ia menarik spageti diatas mejaku dan melahapnya tak beraturan. Segera ku mencegahnya melakukan tindakan bodoh itu.

Apa yang kamu lakukan?”

Aku menyentaknya cukup keras, Fany sama sepertiku ia tak kuat pada makanan pedas.

Orange jus miliknya segera tandas, kuangsurkan air mineral yang masih tersisa. Fany sesunggukan, matanya berair menatapku.

Maafkan tingkah konyolku”

Kuusapkan tisu pada wajah cantiknya, ia mengenggam tanganku dan berujar, “Maafkan aku, harusnya aku tahu bahwa engkau akan selalu menepati janji, maafkan aku memaksamu memakan masakan pedas ini, maafkan aku...maafkan aku”

Aku memeluknya. Ia hanya berlebihan.


------++++-------


Dan Allah telah menciptakan kamu, kemudian mewafatkanmu, di antara kamu ada yang dikembalikan kepada usia yang tua renta (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahuinya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Kuasa. (16:70)


Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

3 komentar

Posting Komentar