Ini Bukan Sihir

6 komentar
Pintu rumah terbuka, daun pintu tersentak keras oleh dorongan tangan Fio yang terbakar emosi. Adiknya Cila yang mengekor dibelakang memainkan muka dengan beragam ekspresi.

Bundaaaa......”

Seorang wanita paruh baya muncul dari dapur, menyambut kedua putrinya dalam pelukan, “Ada apa, pulang sekolah kok teriak-teriak?”

Fio melirik Cila, bersiap melontarkan segala yang tersimpan dalam dada, Bunda paham sekali akan apa yang telah terjadi begitu juga dengan Cila yang kini tersenyum lebar menanti kakaknya mengadu pada Bunda.

Cila melakukan sesuatu yang tidak sopan”

Melakukan apa sayang?” Bunda menatap Cila meminta penjelasan namun bungsunya hanya mengangkat bahu dan mempertahankan senyum lebarnya

Cila membaca pikiran Godin saat ia mau mengajakku berkencan sabtu malam besok”

Apa yang ada dipikiran Godin, sayang?”

Sigap Fio mencegah adiknya untuk membongkar sifak tak baik Godin yang hanya ingin memanfaatkan Fio untuk membelikan tiket nonton, tanpa ia sadari Bunda telah tahu semuanya sebab Beliau telah membaca apa yang ingin Cila utarakan lewat sorot matanya.

Bukan itu yang harus dibahas Bunda, bukankah manusia tak ada yang sempurna? Wajar jika masing-masing memiliki kekurangan, kan?”

Ini tak akan berakhir, Fio akan tetap pada pendiriannya, rupanya cinta telah menutup akal sehatnya untuk menerima nasihat baik dari orang lain.

Iya sayang, adikmu hanya ingin menjagamu, tapi percayalah bahwa Bunda akan menghukumnya sebab berlaku tidak sopan pada orang lain”

Nah bagus,” Fio melenggang penuh kemenangan meninggalkan adiknya yang sebentar lagi akan mendapat hukuman.

Cila meletakkan jemarinya tepat di dagu, telunjukknya mengetuk perlahan area bawah bibirnya seperti memikirkan sesuatu, “Jadi hukuman apa yang ingin Bunda berikan?”

Jangan tunjukkan kelebihan itu di depan kakakmu, berbahaya.

Iya Bunda, aku gemas melihat Kak Fio mudah sekali terperdaya oleh bujuk rayu laki-laki.

Biar Bunda yang akan menasihatinya.

Cila mengangguk, percakapan tak bersuara sering ia lakukan dengan Bundanya terlebih menyangkut Kak Fio yang akan menganggap gila hal ini. Entah mengapa mereka tak sama, pertanyaan yang sering Cila lontarkan namun tak pernah ada jawaban.

“Kau dihukum untuk mencuci piring makan siang kami”

Fio yang mendengar hukuman itu tersenyum gembira, semoga ini membuat Cila kapok dan tidak lagi sok-sokan mengutarakan hipotesa-hipotesa anehnya yang belum tentu benar.

Cila juga tersenyum, ini mudah sekali, bukan hal yang sulit awalnya sebelum Bunda kembali berbicara tanpa suara.

Sayang, kali ini tak boleh ada piring-piring berterbangan di dapur.


Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

6 komentar

Posting Komentar