Bakso Kuah Lereng Lawu

6 komentar
Awan putih mendominasi langit sore ini, desau angin menjadi teman menanti mentari tenggelam sempurna, ada rasa tak terlukiskan saat pemandangan sekitar memanjakan mata, juga menyadari hadirmu di sini.

Kubelikan satu untukmu”

Tanganku gemetar menerima makanan khas lereng lawu yang mendominasi hampir di kiri dan kanan jalan utama. Makanan itu masih mengepul, terbungkus plastik bening dengan kuah berwarna merah tua, campuran sedikit saos pedas dan banyak kecap kental hitam manis.

Sudah sebesar ini masih nggak doyan pedes?”

Tak apa ia mengejekku, bahkan rela jika ia terus mengulanginya, sungguh garis lengkung yang tercipta pada wajah dengan rahang kuat itu mampu kutukar dengan apa pun untuk sekadar melihatnya meski sekejap.

Kaos tangan yang masih melekat menyerap panas, perlahan aku menyesap kuah bakso yang hangatnya menjalari kerongkongan dengan segera. Belakangan banyak pedagang yang menyediakan mangkok untuk menyantap makanan ini, namun kami lebih suka menikmatinya dengan cara lama. Jika disajikan dengan mangkok maka tampilannya akan sama dengan bakso yang tersebar di berbagai sudut kota solo, ada bihun, sawi dan pelengkap lainnya. Sangat berbeda jika dibungkus plastik, hanya kuah dan bakso bulat.

Tunggu disini aku belikan teh hangat sebentar”

Aku mengangguk. Segelas teh hangat bersanding dengan bakso kuah, terkesan luar biasa ketika kau menikmatinya diantara kabut pegunungan yang mulai mengepung.

Tapi bagaimana bisa? Kenapa makanan yang terbuat dari tepung kanji dan juga daging giling membuat candu?

Mungkin karena kamu, iya kamu dan senyummu yang menyingkirkan segala rasa kelabu.

Ia datang dengan segelas teh hangat, kenapa hanya satu?

Kita bagi dua ya?”

Aku menelengkan kepala, mencoba menggali maksud dari pertanyaannya barusan.

Gelasnya habis, akhir pekan banyak pendaki yang memenuhi warung makan”

Ok terjawab sudah.

Hingga semburat jingga menghilang sempurna kami masih disini, di batas antara kabupaten Karanganyar Jawa Tengah dan Magetan Jawa Timur, berharap mentari seharusnya lebih lama untuk menyinari setidaknya untuk hari ini.

Mau coba sate kelinci?”

Kepalaku menggeleng, masih tak tega hewan selucu itu harus ditusuk dan dibakar diatas bara api.

Waktu cepat berlalu hingga malam gelap sempurna.

Saatnya kita berpisah”

Gigiku menggigit bibir bagian bawah, sekuat tenaga menehan genangan air di pelupuk mata.

Besok kita akan bertemu lagi bukan? Di sini, di tempat yang sama setiap harinya?”

Aku mengangguk berulang kali, meyakinkan ia bahwa hal itu pasti akan terjadi.

Kami berpisah, ia mengayuh sepeda angin menuruni jalanan terjal, berbelok pada tikungan pertama dan menghilang. Sempurna sudah punggungnya menjadi pemandangan terakhir sebelum kakiku melangkah memasuki Kabupaten Magetan.

Semoga esok ada kesempatan bagiku untuk kembali bertemu dengan lelaki itu, lelaki yang mau menghabiskan setiap senjanya bersama gadis bisu penjual jamu.


Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

6 komentar

  1. Eits ternyata gadisnya bisu? Pantesan gak ngomong apapa

    BalasHapus
  2. Baik banget mau nemenin gadis bisu. ..

    BalasHapus
  3. Saya setuju... hewan lucu tersebut tidak layak buat di tusuk2 apa lagi di bakar.. bagusnya di elus2 ^_^ *etapisayatetepmakan

    BalasHapus

Posting Komentar