Cemas

4 komentar
Aku melangkah keluar dari ruang dosen, menuju gerbang utama universitas. Pukul 16:02 masih sangat memungkinkan untuk menanti BST di depan halte kampus. Belum terlalu sore namun hujan yang tak henti mengguyur sejak pagi tadi merubah warna langit menjadi kelabu.

Lengang, tak ada orang lalu lalang meski kulihat beberapa mobil terparkir rapi di halaman. Itu pasti milik kakak kelas, tak perlu heran. Cobalah bertandang ke fakultas hukum saat pagi maka kau lihat beragam mobil dari segala perusahaan berjejer rapi. Satu dari sekian banyak perbedaan mencolok dengan fakultas lain. Tak ada yang salah, kebanyakan orang tua mereka adalah penegak hukum yang telah sukses, dan anaknya menginginkan kesuksesan yang sama.

Payung berwarna merah menyala menjadi pelindung kepalaku dari sisa-sisa hujan yang mulai reda. Biasanya aku mengendari jazz putih dengan kepala besar hello kitty yang menempel apik di kaca belakang, di dalamnya warna pink mendominasi dengan harum bunga melati. Ibuku adalah perias pengantin, selalu sisa-sisa melati aku sebar di dalam mobil untuk menentramkan perasaan setelah berkutat dengan pasal-pasal di dalam kelas.

Sekarang tidak boleh, aku harus terlihat biasa saja karena diminta dosen untuk membantu memecahkan masalah anak jalanan yang berhubungan erat dengan tindak kriminal. Berbahaya jika mereka memergokiku mengendarai mobil, tak ada yang tahu apa yang bisa mereka lakukan karena telah mengusik hidupnya. Anggap saja ini totalitas.

Gedung perpustakaan tiga lantai terlihat menyeramkan tanpa mahasiswa di dalamnya, ahh ya jam operasional memang sampai pukul 8 malam tapi kurasa mahasiswa lebih memilih mengistirahatkan otak mereka sejenak di rumah ketimbang membuat otak panas dengan jurnal-jurnal.

Melewati Fakultas teknik membuatku semakin tenang, setelah ini gedung rektorat dan hanya 500 meter lagi untuk keluar dari kampus. Semenjak aku mengiyakan kasus ini perasaanku seolah diikuti oleh seseorang, entah siapa tapi sampai saat ini toh semua itu tidak terbukti.

Menurut ilmu dasar psikologi yang aku dalami pada semester awal, takut merupakan salah satu emosi dasar selain kebahagiaan, kesedihan dan kemarahan.

Nah kan... hatiku ciut tiba-tiba. Di bawah pohon beringin berkumpul beberapa orang bermotor. Berpakaian biasa dan tidak terlihat membawa tas seperti kebanyakan mahasiswa. Seolah diisyaratkan semua pandangan mata tertuju padaku. Tak mungkin putar balik dan mencari jalan lain, semakin berisiko. Bentuk tanah yang bergelombang memaksa pihak universitas untuk menanam pohon-pohon besar untuk mencegah erosi, jika siang memang sangat sejuk tapi sekarang begitu ngeri.

Aku merutuki diri yang menolak Bu Ismi untuk pulang bersama, jelas, sebab ia baru akan keluar kampus ba'da magrib sedang aku ingin segera tiba di rumah. Atau lebih baik aku kembali ke ruang dosen dengan tampang tak tahu malu kemudian meralat ucapanku? Ahh tidak.. tidak.

Satu tarikan nafas tidak membantu sama sekali, kuulangi menarik nafas lebih dalam lebih dari tiga kali dan nihil. Aku mulai curiga pada diriku sendiri yang cenderung cemas terhadap segala hal. Baiklah, ini kasus perdana jika di awal aku tak bisa mengontrol diri maka menjadi hakim sepertinya akan mustahil. Saatnya mendoktrin diriku sendiri.

Perlahan kembali kuayunkan langkah kaki, memasang wajah biasa saja dan abai terhadap tatapan mereka. Semakin dekat jarak diantara kami tak dipungkiri semakin berdegup detak jantungku.

Salah satu dari mereka menyalakan mesin motor, suaranya yang tak halus membuat kakiku gemetar. Sekitar lima langkah lagi aku melewati mereka dan saat itulah orang yang menyalakan motornya telah melaju pelan mendekatiku. Waspada, apa pun bisa terjadi dan kembali harus kutekankan pada diri sendiri, wanita tidak boleh berjalan sendiri, terlebih saat kasus dalam genggaman, sangat berisiko.

Aku terus berjalan, menatap lurus ke depan saat pemuda bermotor itu mengiringi langkahku.

“Ojek, Neng?”

Fiuhhhhh.... aku lupa kampusku memiliki layanan ojek online dua puluh empat jam. Kulihat dileher pemuda itu tergantung kartu sebagai pengenal dari kampus. Mereka mahasiswa di kampus yang sama denganku.



Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

4 komentar

Posting Komentar