Suara dari Seberang - 2

6 komentar


Hissshh.. selalu berantakan deh, padahal setiap sebelum pulang meja kerja aku rapikan sedemikian rupa. Tapi yah, mbak Sri nggak salah juga sih. Kebersihan kantor menjadi tanggung jawabnya. Lagian aku juga yang mungkin sedikit berlebihan, barang-barang bergeser sedikit saja kalang kabut.

Ahh engga berlebihan juga sebenarnya, semua barang sudah berada di tempat yang semestinya seperti straples pink harus berada di samping kalkulator bersanding dengan kumpulan klip warna-warni. Kalender duduk berada di pojok meja, angka-angkanya harus jelas tanpa terhalang kotak pensil yang berisi stabilo orange dan hijau. Seringnya penghapus yang jauh dari posisi awal sebab selalu kutemukan ia bersatu bersama gunting, penggaris dan pena “Fadeproof”.

Tunggu, ada yang berbeda. Setangkai mawar putih biru soft berada tepat di tengah meja. Siapa pula pengirimnya, tahu dari mana aku menyukai segala jenis bunga mawar.

Eh, ini memo rupanya :

Aisshhh... kepala devisiku ini memang kelewat PD. Tumben juga ngingetin rapat dengan bunga segala, lagian aku kan karyawan rajin dan disiplin yang tak perlu diragukan kedatangannya, hhaa.

**

Rapat berjalan selama dua jam. Laporan pelaksanaan vaksin sedikit bermasalah pada ayam “stater”, cuaca yang tak menentu sedikit banyak mempengaruhi kondisi kesehatan ayam. Vaksin akan sia-sia jika diberikan saat ayam dalam masa pengobatan. Juga mengingat harga vaksin yang cukup melambung, segala upaya dilakukan agar ayam tak mudah jatuh sakit. Sebab mundurnya jadwal pelaksanaan akan memunculkan masalah baru.

Tapi tenang saja, kepala devisiku yang sudah berkeliling menghadiri berpuluh macam seminar peternakan juga berteman karib dengan dokter hewan serta ahli gizi pakan dengan tenang hadir dengan beribu solusi. Kak Frans, kau memang bisa diandalkan.

Ada masalah sedikit juga saat pemesanan vaksin pada salah satu pabrik. Barang habis. Tidak usah panik. Team kami sudah memiliki mental peramal jangka panjang, masih ada cukup waktu untuk menunggu pabrik menyiapkan barang yang kami minta.

Rapat ditutup dengan tepuk tangan, juga yel yel buatan Kak Frans yang sedikit menggelitik.

Ayam sehat... petok... ayam sehat... petok.... semangat petok... petok....
Kenapa mudah sekali bagi Kak Frans menjadikan hari-hari kami begitu bersemangat... lagi, aku mengaguminya.

De, rapat lanjutan sekalian makan siang yuk”

Eh... semua?”, sedikit panik karena teman-teman sudah mulai keluar ruangan.
Kak Frans terkikik, “Kamu masih gadis kecilku yang dulu.”
Lima tahun menjadi partner kerja membuat Kak Frans mengenalku dengan baik. Selisih usia yang tak jauh beda menjadikan hubungan kami layaknya kakak adik, ia menjadi pembimbingku memasuki masa dewasa dari tidak teraturnya masa remaja.

Kita berdua aja”
Ketumbenan yang kedua oleh Kak Frans. “Traktir?”
Ia mengangguk. Kami berjalan menuju warung makan di depan kantor, namun Kak Frans tidak berhenti, ia terus berjalan memasuki area mall besar di seberang jalan raya. Aku diam tanpa penyanggahan, ada bagian dalam hati yang mengatakan bahwa ini tidak wajar. Tapi aku tidak berani mengucapkan firasat ini.
Kak Frans bersiul pelan, poninya berlari-lari ditiup angin siang yang kering. Aku sibuk memegangi ujung jilbab yang juga berkibar kesana kemari. Ini nih... salah siapa tidak menggunakan jilbab dengan kain yang sedikit lebih berat, rutukku dalam hati.
Akhirnya kami duduk pada salah satu meja di ujung ruangan foodcourt yang mana terlihat jelas bangunan kantor kami yang berlantai tiga. Kak Frans memesankan makanan yang sama tanpa lebih dulu menawariku, nurut aja sih kan dibayarin.

De, bunganya suka?”
Aku mengangguk sembari menyeruput es teh yang beberpa menit lalu diantar oleh pelayan berseragam abu-abu. Nasi goreng sosis yang masih mengepul menggoda untuk disantap juga telah terhidang di depan mata.

Ya udah, yuk makan”
Kembali sebuah anggukan persetujuan aku berikan. Satu sendok nasi goreng melenggang ke dalam mulut, nikmat sekali rasanya, Kak Frans memang jago pilih makanan.

De... boleh aku suka kamu?”
Segenap tenaga aku kerahkan untuk menelan makanan yang belum sempurna aku kunyah, buru-buru Kak Frans menyodorkan es teh melihat wajah kalutku.

Enggak boleh”

Kenapa?”
Aku mempertontonkan jemari tangan kananku, “Lihat?” berharap semoga Kak Frans tersadar bahwa sudah ada orang lain yang kini mengikatku.
Ia mengangguk. Makan siang kami hening hingga usai dan sisa hari itu berjalan begitu lama.
Entah apa yang aku rasakan, andai Kak Frans lebih cepat mengatakannya, andai ia mencegahku untuk menerima pinangan lelaki lain, andai ia tak egois untuk menyimpan rasa itu sendiri... andai... ahh sudahlah.
Tidak boleh ada yang berubah, rasa yang kembali hadir dari pengandaianku sudah tak berarti lagi. Terlambat. Kak Frans menumbuhkan kembali rasa itu namun bukan berarti membuang rasa yang kini telah menetap bukan? Ada hati yang harus dijaga meski terkadang yang lain lebih menggoda, arti setia menurutku.
Untuk kesekian kalinya aku melirik jam tangan, sepuluh menit yang terasa lebih panjang. Aku ingin segera pulang. Aku ingin segera memeluk lelakiku.

Bunga untukmu gadis kecil”


Jantungku berhenti berdetak, napasku tertahan untuk sepersekian detik. Satu karangan bunga yang terdiri dari beberapa tangkai mawar putih biru dan putih pink berpadu indah dibungkus menawan dengan kertas merah muda bersama pita senada terangsur di depan wajahku. Tak kuasa untuk menatap wajah orang yang kukenali betul dari nada bicaranya. Kumohon, jangan goyahkan hati rapuhku.


------------++++++-------

Teruntuk Kak Frans, simpan saja “rasa sayangmu” untuk gadis lain.
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

6 komentar

  1. owh bunga itu dari kak Frans ya

    aa tenang. dik ci nggak etrima rasa sukanya kak Frans

    BalasHapus
  2. aku.bacanya asli dag dig dug der...Gimana Gilang yang baca yaaaa

    BalasHapus
  3. aku.bacanya asli dag dig dug der...Gimana Gilang yang baca yaaaa

    BalasHapus
  4. Hahaha. Aku sempat cemburu loh. Haha

    BalasHapus

Posting Komentar