Syafakallah Pujanggaku

9 komentar
Gelap malam selalu menenangkan bagi jiwa-jiwa yang letih bertarung dengan waktu sepanjang hari. Rasa damai menjalar kala tulang punggung telah bertemu dengan kasur kapuk, membuai mata untuk mengalah pada kantuk. Terpejam untuk beberapa detik hingga dering handphone kembali menarikku ke alam sadar.

1 pesan baru dari dia. Senyum melengkung di bibirku.
Berlomba dengan detak jarum jam, balasan sudah terkirim sempurna, merubah tanda ceklist satu menjadi dua ceklist biru.
Typing.... berdebar, mencoba menerka apa yang ingin dia sampaikan.
Sebuah kalimat yang menyatakan tentang kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja. Baiklah, dia sedang merajuk untuk diperhatikan.
Obat diminum teratur, perhatikan pola makan, jangan terlalu banyak begadang, yang terpenting beban pikiran. Dia tipe orang yang apa-apa dipikirkan, heran deh.
Typing...
Balasannya kali ini membuatku terpaku. Dia meminta maaf untuk setiap kesalahpahaman yang kerap terjadi diantara kami. Bukan, bukan kalimat ini hingga lidahku kelu untuk sekedar berucap meminta penjelasan. Permohonannya untuk melanggar perjanjian yang kami ikrarkan juga tak sepenuhnya mengangkat amarahku. Otakku membeku saat dia dengan jelas mengatakan bahwa mungkin saja ini adalah kesempatan terakhir kami untuk saling bertukar rindu. Putus asa-kah dia?
Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan ijin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya......” (3:145)
Mencoba meredam setiap penolakan atas segala prasangkanya. Dia keukeuh, memaksaku untuk membuat sebuah pengakuan sebelum ia terlelap (dan mungkin tidak akan membuka mata lagi). Sungguh tidak suka aku melihat ketidakberdayaan ada dalam dirinya. Kemana rayuan yang membuatku melayang hingga langit ketujuh? Kemana ungkapan manis yang membuatku tersipu malu?
Lemah hatiku untuk berdebat dengan kondisinya sekarang. Pengalihan terbaik adalah memintanya untuk beristirahat, melepaskan segala penat. Itu akan lebih baik.
Kenapa sih nyuruh tidur?”
Aku bisa menerka intonasi saat membaca balasannya. Dia marah.
Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu.....” (3:154)
Ucapan selamat malam juga iringan doa cepat sembuh menjadi penutup percakapan malam ini. Tuhan, kembalikan senyum pujanggaku.
Engkau yang disana, sadarlah ada hati yang teriris sembilu kala harapan itu padam dalam sorot mata teduhmu...
Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

9 komentar

Posting Komentar