Gadis Sendu (Tamat)

2 komentar
Klik di sini  untuk kisah sebelumnya.

Bangunan ini berdiri di atas tanah milik negara, pekarangannya sangat luas, terkesan rapi dengan rumput jepang yang terhampar bak permadani, peletakan batu-batu sebagai jalan setapak menuju pintu rumah seolah sedang berjalan di dalam taman yang menawarkan keindahan. Tujuan didirikan bangunan ini pun untuk memberikan harapan baru bagi mereka yang merasa takdir telah mengambil masa depan, menyisakan suram tanpa cahaya.
Tiga belas penghuni baru yang kemarin siang baru bergabung terlihat tak bersemangat mengikuti senam pagi. Mereka terbiasa bangun saat matahari sudah menyengat karena selalu tidur dini hari. Membersihkan pekarangan pun dilakukan tak sepenuh hati, penghuni lama masih sungkan untuk menyapa mereka yang bertubuh penuh tato. Satu-satunya yang mencolok adalah pemuda tanpa satupun tato yang terlihat, tapi siapa yang tahu dibalik tubuh berbalut kaos biru toska tersebut.
Barulah selesai mandi dan berganti pakaian, mereka terlihat lebih segar. Menikmati sarapan di atas meja besar bersama dua puluhan penghuni lainnya.
**
Kak Alis tidak mau bertemu dengan Kak Frans? hanya ingin memandanginya dari sini saja?”
Desuu tersenyum, mendekatkan mulutnya ke telinga Ical, “Aku sedang mengajarkan sesuatu untuk orang yang sekarang berdiri disampingmu.”
Kira melirik penasaran, mencuri dengar apa yang dikatakan Desuu. Ia akhirnya memutuskan untuk menghabiskan waktu-waktu terakhir sebelum Desuu benar-benar jauh dari pandangan matanya.
Mereka bertiga meninggalkan tempat yang selama lima tahun ke depan akan menjadi rumah baru bagi Kak Frans dan teman-temannya. Di panti sosial itu mereka akan disekolahkan, dibekali keterampilan dan dilarang keras untuk kembali ke jalanan. Pendidikan mental dan keagamaan ditanamkan kuat pada tiap-tiap penghuni. Negara menanggung segala biaya.
Meski harus lima tahun lagi untuk bertemu, Desuu percaya waktu akan mengembalikan Kak Fransnya yang dulu. Biar takdir yang menetukan dimana dan kapan akan bertatap.
Selama perjalanan ke stasiun, masing-masing tenggelam dalam pikirannya, tak ada percakapan berarti kecuali saat kernet bus menanyakan tujuan pemberhentian.
Langkah kaki berat melangkah ketika memasuki gerbang stasiun. Desuu menatap lekat mata bulat Ical, “Aku percaya kau pandai menjaga diri. Terima kasih telah mempertemukan aku kembali dengan Kak Frans.”
Ical... ahh pemuda itu tetap saja seperti bocah kecil jika berhadapan dengan Alis, ia menyeka sudut matanya dengan ujung baju. Sedetik kemudian matanya berkaca-kaca.
Desuu menarik napas panjang, ia sudah tak mampu lagi mengucapkan kata perpisahan untuk Kira.
Kau tahu Kira.. awal perjumpaan kita membuatku takut untuk berlama-lama di dekatmu. Namun ternyata kau sungguh keras kepala. Aku kalah melawan bisikan hati. Pertemanan lawan jenis tidak mungkin bisa benar-benar murni, aku sudah merasakan perihnya sejak berusia lima tahun.”
Satu helaan napas sebelum Desuu melanjutkan kalimatnya.
Tak perlu penjabaran lagi untuk segala yang telah kutunjukkan padamu hari ini. Sakit akan perpisahan ini bukan hanya kau yang merasakan, aku juga Ical menderita hal serupa.”
Desuu, kau seperti berpidato saja. Panjang sekali.”
Kira mencoba mencairkan sesak di dada.
Baiklah, aku pergi. Terima kasih sudah mengantarku.”
Ical masih sesunggukan menahan air mata yang berlomba untuk keluar. Matanya menatap nanar tas ransel yang bergelantung pada tangan kiri Kak Alis, satu-satunya orang yang ia anggap kakak yang telah, orang yang telah mengajarinya cara melawan pedih saat dunia mencaci. Ia tak boleh merengek, Kak Alis tidak boleh melihatnya lemah. Kini senyum coba ia hadirkan saat lambaian tangan Kak Alis menjadi tanda perpisahan mereka.
Kira terlihat lebih tegar, biar duka ini ia simpan sendiri. Ia akan menagih “waktu” yang kata orang mampu menyembuhkan setiap luka. Ia mampu memberikan lambaian balasan sempurna sebelum gadis manis berwajah sendu tersebut menghilang masuk ke dalam gerbong kereta.
Peluit panjang berbunyi, memperlebar jarak di antara mereka. Sekali lagi, takdir tetap sebuah misteri. Tak seorangpun tahu apa yang tersembunyi di baliknya.


TAMAT

Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

2 komentar

Posting Komentar