Gadis Sendu episode enam belas

7 komentar
Mau tahu cerita sebelumnya, silahkan tengok di sini


Setelah sore itu...
Ical duduk menempelkan punggungnya pada pohon jati, kami membentuk lingkaran kecil di tengah hutan ini tanpa beralaskan apapun. Kami yang aku maksud adalah aku, Ical dan lelaki yang menyebut namaku kemarin, Kak Frans.
Pertemuan yang telah Ical rencanakan, ia tak ingin pertemuan kami dimulai dengan prasangka yang tidak semestinya. Apa pun itu, aku wajib mendengarkan setiap kisah Kak Frans.
Hening... desau angin menjadi satu-satunya suara di siang yang terik ini. Helaan napas tertahan terdengar lirih sebelum Kak Frans mulai bercerita.
Hidupku berat, Aliss.. sungguh berat.”
Tanganku sibuk membentuk garis tak beraturan di atas tanah.
Aku terlahir dari rahim seorang ibu yang baik. Hingga saat ia menyadari satu hal bahwa kelak anak laki-lakinya akan membongkar aib masa lalunya.”
Ical takzim tak menyahut.
Kakek dan nenek mengambil hak asuh saat mataku belum sempurna membuka. Ibu terlalu ringan tangan dan terlupa bahwa sentuhannya harus sedikit lembut pada bayi lemahnya. Tubuhku tidak merah seperti kebanyakan bayi yang lain, ada sedikit warna biru.. ya, nenek yang menceritakannya saat aku bertanya kemana ibu pergi.”
Tak ada yang menyahut.
Pagi itu mereka membawaku untuk imunisasi, becak yang mengantar kami tersenggol bus antar kota antar provinsi yang melaju cepat. Tubuh kami terpelanting, beserta tukang becak di jalan beraspal. Aku menangis sendiri menyadari darah mengalir dari masing-masing kepala mereka. Hanya dua tahun kami diijinkan bersama.”
Kak Frans menarik napas sebelum melanjutkan ceritanya.
Aku ditolong dan dibawa oleh seseorang yang mengajariku bertahan hidup di jalanan. Apa pun yang bisa kau lakukan untuk mendapatkan sesuap nasi, maka lakukanlah. Itu hal yang ia tanamkan selalu.”
Aku mengerti benar ia sedang menunggu respon dariku.
Bunda Elin mengembalikan masa kecilku tiga tahun kemudian. Dalam hitungan bulan kau hadir menyempurnakan semuanya.”
Sesak di dadaku muncul kembali.
Keputusan untuk meninggalkan panti diam-diam membawaku kembali ke jalanan. Bertemu kembali dengan orang yang dulu berbaik hati merawatku sejak kecelakaan itu. Ia menentang keinginanku untuk bersekolah, buang-buang uang katanya. Namun ia luluh saat aku katakan bahwa dengan berpendidikan kita lebih mudah untuk mendapatkan segala yang kita inginkan. Tidak perlu takut masuk keluar jeruji besi jika warga memergoki ayamnya raib tengah malam kemarin. Penjara tak memiliki kekuatan jika kita berpangkat.”
Dari mana kau tahu semua itu, Kak?”
Ical akhirnya angkat bicara. Ada nada kecewa kenapa bukan aku yang berkomentar.
Aku membaca huruf yang dicetak besar-besar pada koran yang kugunakan sebagai alas tidur.”
Bocah itu manggut-manggut.
Semua uang sekolah dibiayai olehnya, jadi aku berkewajiban untuk menyetorkan uang setiap hari. Dia sangat senang melakukan ini semua, menyekolahkanku adalah investasi baginya.”
Aku tak tahu harus bagaimana, semua ini masih sulit untuk diterima.
Alisss... kumohon, bicaralah.”
Kesalahan besar kau pergi dari panti.”
Kali ini dengan berat Kak Frans siap membela diri, “Terlalu sakit berada pada kenyataan dimana memang kau tidak diharapkan.”
Tatapan benciku menghujamnya, “Bunda Elin tidak seperti itu.”
Bukan Bunda Elin, tapi mereka. Anak-anak yang dibawa oleh orang tua angkat mereka akan kembali ke panti, memerkan mainan baru dan juga mengolok-olok yang masih tertinggal.”
Tak seharusnya itu membuatmu meragukan kasih sayang Bunda Elin.”
Gelengan lemah Kak Frans membuka fakta baru, “Tidak sesederhana itu, Alis. Kau memiliki Ibu yang luar biasa menyayangimu.”
Kau punya Bunda Elin.”
Berhenti menyalahkanku, sebaik apapun Bunda Elin dia tetap bukan ibu kandungku.”
Aku beringsut menyadari nada suara Kak Frans yang meninggi. Ical masih di posisinya semula.
Maafkan aku, Alis. Percaya padaku semua akan baik-baik saja. Aku berjanji padamu.”
Aku sudah berdiri sempurna, “Ical, antarkan aku pulang.”
Ical terburu-buru menggunakan sandal jepitnya. Kami meninggalkan Kak Frans yang masih tertunduk lesu.”
Takut-takut Ical berbisik padaku, “Kak Alis, mengertilah keadaan Kak Frans.”
Senyum mengembang di wajahku merubah rona muka Ical seperti sedia kala, ia selalu tahu kakaknya ini tak akan mudah marah.
Tenang saja, aku akan membantu Kak Frans. Yang terpenting, rahasiakan kepindahanku ke desa ini.”
Mata Ical mengerjap, terlihat kelegaan luar biasa disana.
Bagaimanapun cara takdir mempertemukan kita, tak akan mudah untuk merobek rasa yang telah tertanam kuat. Kak Frans, gadis kecilmu ini akan hadir untuk kembali membawamu terbang. Percayalah.


Bersambung...

Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

7 komentar

  1. Wah...kalimat terakhirnya sukaaa...bagaimana pun takdir mempertemukan kita, tak akan mudah merobek rasa yang telah tertanam kuat.

    BalasHapus
  2. Wah...kalimat terakhirnya sukaaa...bagaimana pun takdir mempertemukan kita, tak akan mudah merobek rasa yang telah tertanam kuat.

    BalasHapus
  3. Takdir akan mempertemukan kita percayalah.

    BalasHapus
  4. Takdir akan mempertemukan kita percayalah.

    BalasHapus
  5. masalalu frans yang memprihatinkan

    BalasHapus
  6. Apa saya ada tertinggal cerita, yah... belom jua paham... #tik tok tik tok

    BalasHapus
  7. Takdir tak akan tertukar.

    Serangga yg gagal menabrak mata kita karna penutup kaca helm bukan berarti ia gagal menjalankan takdir, tp takdirnya mmg nabrak kaca helm.

    #Kok aku mulai ngelantur yak..?😀😀

    BalasHapus

Posting Komentar