Tafakur alam adalah hobinya para nabi, begitu garis besar yang aku tangkap ketika mendengar ceramah online ustad gaul, idola anak muda, yang punya ribuan follower, yang suka ngebully para jomlo, founder pemuda hijrah shift, siapa hayo? Yupp, Ustadz Hanan Attaki.
Teringat cerita bagaimana Nabi Zakaria panik karena Yahya kecil belum kembali ke rumah, ternyata Yahya sedang menyendiri menatap lubang yang ia buat sendiri. Sedang apa? Membayangkan bagaimana jika ia meninggal kelak, berada di lubang tersebut sendirian.
Kemudian kisah Nabi Ibrahim yang tertuang dalam kitab suci Al-Quran bagaimana beliau menunjukkan bukti kepada kaumnya bahwa Allah bukanlah benda-benda langit yang timbul tenggelam dan juga bukan berhala yang diciptakan oleh tangan manusia sendiri.
Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya, Azar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan.”
Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam.”
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat.”
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar.” Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. (QS. al-An’am: 74 – 78)
Merenungi penciptaan langit, bumi dan seisinya dapat mengetuk hati bahwa betapa kecilnya kita sebagai manusia, tak sepatutnya menyombongkan diri hingga lupa semuanya bisa berakhir kapan saja. Jika hati terasa keras, penyakit hati terlihat jelas seperti iri, dengki, sulit menerima nasehat, mungkin waktu untuk bertafakur kita kurang atau jangan-jangan tak ada waktu yang diluangkan untuk melakukannya?
Tidak mudah memang, tak memiliki ilmu tentu mempengaruhi cara pandang kita terhadap apa yang sudah Allah cipta, itulah kenapa aku mencoba berbaik sangka terhadap apa yang alam tunjukkan di depan mata.
Sejak pekan kemarin sepeda motorku tidak ada di rumah, jadi harus menggunakan mana yang ada saja, berhubung keluar rumah paling pagi tentu dong aku pilih yang sudah siap pakai, sudah dipanasi mesinnya oleh bapak maksudku, hhee. Tapi karena itulah, ritual pagi sebelum berangkat pasti terlewat, seperti mengecek ketersediaan jas hujan di dalam jok.
Benar saja, sore pulang kerja hujan turun. Ahh, tak apa-apa kehujanan sehari, Insya Allah sehat. Sepanjang jalan bertekad esok pagi harus mengecek semuanya. Eeehh, besoknya lupa lagi, hujan turun lagi dan doa yang sama dipanjatkan berulang kali. Insya Allah sehat. Insya Allah sehat. Insya Allah sehat.
Hari ketiga, apa yang terjadi?
Sedari subuh hujan turun hingga waktu aku keluar rumah pun masih gerimis, yah, mau ga mau harus pakai jas hujan, kan ga seru kalau sampai tempat kerja basah.
Sorenya? Hujan turun lagi. Yeaay, aman bawa jas hujan.
Perjalanan sore hari ketiga aku tidak langsung pulang, ada tempat yang harus dikunjungi. Coba kalau lupa bawa jas hujan lagi, pasti batal deh. Alhamdulillah selamat sampai tujuan, beberapa teman yang sudah lebih dulu sampai menatapku cemas, terlebih beliau, bahkan hingga menawarkan baju ganti. Aku menolak halus, lagi pula hanya bagian bawah saja yang basah, tidak masalah. Berada di majelis ilmu dikelilingi orang-orang yang juga mengharap RahmatNya sudah membuatku hangat.
Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam).” HSR al-Bukhari (no. 2948) dan Muslim (no. 1037).
Senja menjelang, kali ini menuju rumah masih ditemani hujan. Sepanjang jalan mulai merenung. Allah sayang banget yah. Gimana Dia mengingatkanku untuk memakai jas hujan sedari pagi, dimudahkan untuk beraktifitas seperti biasa, mungkin jika hari ketiga basah kuyup lagi sekarang sedang di bawah selimut, demam.
Di musim hujan ini wajar jika air langit jatuh ke bumi, tapi setelah sekian lama berlalu mengapa Allah turunkan di pagi hari? Saat aku hendak berangkat kerja? Masya Allah. Alhamdulillah. Allahu Akbar. Laa haula wala quwwata illa billah.
Aku juga jadi sering merenung hihihi
BalasHapusPelajaran baruu
BalasHapusSalfok sama kata "jomlo" #eh
BalasHapusHmmm... muhasabah diri.
❤❤
BalasHapus👍👍
BalasHapusMantap kak
BalasHapus