Marah?

2 komentar
"Pokoknya nanti kamu nggak boleh lepas dari aku, deketan, aku gandeng terus."

Laya mengangguk.

"Kamu kan nggak tahu semarang."

Kembali Laya mengangguk.

"Diem aja?"

"Mau bilang apa juga harus nurut kan?"

"Nah, anak pintar."

Bus jurusan Solo-Semarang menepi, memelankan laju, Laya dan kakaknya bersiap diri. Kernet bus membukakan pintu, mempersilahkan calon penumpangnya untuk masuk. Udara di dalam yang dilengkapi dengan alat pendingin sedikit membuat mereka menggigil. Pintu tertutup, bus antar kota tersebut kembali memainkan perannya mengantar pelanggan untuk selamat sampai tujuan.

"La, Semarang itu panas, tapi kalau hujan kalinya pasti banjir."

Laya memandang jauh ke luar jendela, pemandangan itu sepertinya lebih menarik ketimbang cerita kakaknya. Kakak sulungnya, ia baru saja menyelesaikan kuliah di Universitas Diponegoro dan bekerja di pusat kota. Laya yang baru akan masuk Sekolah Menengah Atas diajak berlibur ke Semarang, jika cocok ia akan tinggal bersama kakaknya.

Mereka terpisah sejak kecil. Kakak sulungnya sudah merantau sejak Laya memakai seragam putih merah. Kini, entah bagaimana kakak sulungnya menginginkan ia untuk berada dekat dengannya, mungkin menukar segala jarak yang merentangkan.

"La..."

Laya terpejam.

"Marah?"

Tak ada sahutan. Kakak sulungnya dibuat kalang kabut. Tidak banyak waktu yang mereka habiskan bersama mungkin ini yang membuat mereka masih harus beradaptasi satu sama lain, mengenal pribadi masing-masing lebih jauh.

"Maaf yah La, kakak cuma ngasih tahu aja."

Pagi hari, jalan raya masih lengang, tak ada hambatan berarti kecuali lampu lalu lintas yang memang harus dipatuhi. Tiga jam kira-kira waktu yang dihabiskan untuk sampai di tujuan.

Salah tingkah kakak sulungnya menggoyangkan lengan Laya, "La, bentar lagi kita sampai."

Laya membuka mata, tak ada komentar apa pun yang keluar dari mulutnya, Kakak sulungnya dibuat semakin bingung.

Hap. Sampai.

Laya mengekor Kakaknya yang berjalan di depan, lalu terkejut saat tiba-tiba berhenti.

"La, kenapa sih marah? Iya nggak digandeng kan ini."

"Siapa yang marah sih?"

"Tadi, di bus diam aja."

"Oh, mual Kak, kalau ngomong nanti bisa muntah. Mau?"

Demi mendengar pengakuan adik bungsunya ia bergidik geli, jijik membayangkan itu terjadi juga prasangka yang menghinggapi. Adiknya mabuk darat, itu fakta yang baru ia tahu.

Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

2 komentar

Posting Komentar