Air mataku mengering lebih
cepat karena angin yang bertiup sore ini cukup kencang, lelah raga
juga batin mengantarkanku terbuai menuju alam mimpi, namun tak lama
karena ia mulai berisik disampingku. Tak perlu terkejut untuk setiap
kedatangannya sebab ia selalu hadir saat aku merasakan kesedihan,
siap sedia menampung segala apa yang ingin ku utarakan, apa pun tanpa
terkecuali.
“Masalah apa lagi kali ini?”
Aku membenarkan posisi duduk
dan merapikan wajahku yang sepertinya kacau balau, “Sudah lama
disini?”
Ia mengangguk, “Aku bahkan
melihatmu berjalan kemari”
“Lalu kenapa membiarkanku
menangis?”
“Karena menangis merupakan
salah satu cara untuk meluapkan gemuruh di dada, tapi hanya untuk
kali ini saja setelah ini tidak lagi”
“Maksudmu kau tak akan
membiarkanku menangis lagi? Aahhh.... manis sekali”
Dia menepuk dahinya sendiri,
“Wanita tidak baik jika menangis di tempat umum, jangan biarkan
orang lain menganggap lemah dirimu”
“Jika memang begitu
keadaannya, aku bisa apa?”
Senyum menghiasi wajahnya,
indah nian.
“Menurutmu mereka bisa apa
setelah melihatmu seperti ini?”
Benar, banyak orang yang hanya
memandang bahwa menangis adalah sebuah kelemahan tanpa memikirkan
segala penyebab juga cara meredakan gejolak jiwa.
“Ada yang ingin kutanyakan
padamu?”
“Tanyakan saja”
“Kenapa kau selalu berada
disini? Selalu, setiap aku berada disini kau selalu ada”
“Hahhaa... ini daerah
kekuasaanku, bisa apa kau?”
Tawaku pecah juga dan sejenak
terlupa akan segala masalah yang menyebabkanku menangis tadi.
Matahari sudah tak segarang tadi, sayup kudengar suara lantunan ayat
suci Al-quran dan kuputuskan untuk berpamitan dengannya.
Langkahku begitu ringan hingga
tak kusadari aku berjalan dengan senyum yang masih terjaga.
“Ci, kuperhatikan setelah
dari pohon beringin itu kau selalu tersenyum”
Tak kusadari bahwa Ivan telah
berjalan disampingku lengkap dengan kopiah dan sarung yang ia
selempangkan di pundaknya, pastilah ia yang akan menjadi muadzin
magrib kali ini.
“Hati-hati hlo kesambet
hantu pohon beringin, buruan pulang gih, anak gadis mau magrib masih
berkeliaran diluar rumah”
Seenaknya saja ia bicara,
dasar tukang mencampuri urusan orang lain. Aku berlalu tanpa menjawab
setiap ocehannya tadi. Jarakku dengannya sudah cukup jauh tapi ia
masih saja mendengungkan kata-kata yang tak jelas kudengar.
“Anak Pak RT itu kian hari
kian aneh saja, menangis lalu tiba-tiba tertawa sendiri, terkadang
mengobrol layaknya ada teman saja dihadapannya”
Ivan menggeleng lemah menatapi
punggung Cici anak Pak RT yang hilang dibalik tikungan.
itu ceritanya ngobroil dgn makhluk halus?
BalasHapusberarti dia ngobrol dengan mahluk astral kah?
BalasHapusUnik... seperti ada teman imajiner yah...
BalasHapusUnik... seperti ada teman imajiner yah...
BalasHapusBerada di dunia lain ya?
BalasHapusAh anak Pak RT dalam dunia khayal. Untung bukan anak jenderal.hihi
BalasHapusDi cici ngobrol ma ivan kan, ya...
BalasHapusGagal paham
"Ci... Aku selalu menunggumu disini", katanya setelah gadis itu pergi
BalasHapusLaporin ke Pak RT .. :)
BalasHapuscinta dua dunia ehehe
BalasHapusNahh nah lhoh
BalasHapusNahh nah lhoh
BalasHapusBerbahaya...
BalasHapusMakhluk penunggu pohon beringin... Idenya bgus...
BalasHapusMbak ci anak pak RT ya? Salam buat bapaknya maaf belum sempat lapor.. #lohh..😂😂😂
BalasHapusMbak ci anak pak RT ya? Salam buat bapaknya maaf belum sempat lapor.. #lohh..😂😂😂
BalasHapusMakhluk astral/ temen imajiner ato brrbicara pada pribadi ganda yg afa dlm dirinya? #tuing2...bingung
BalasHapus