Menangis di Kantor

3 komentar
Tak perlu lonceng untuk memberitahukan bahwa jam istirahat tiba, kami bukan lagi murid sekolah yang berpatokan pada denting bel, lebih dari itu ada radar yang semakin menguat saat mendekati jam makan siang, ya perut keroncongan, apalagi.

Kecepatan makan kami luar biasa, hanya butuh lima belas menit untuk membuka bekal, mengunyah, menelan, minum, mengulangi hal itu beberapa kali lalu membersihkan tempat makan. Tidak, kami melewatkan setiap makan siang dengan berbicara santai sesaat setelah menelan makanan, bukan diam saja dan terburu-buru untuk segera usai.

Ritual selanjutnya adalah kembali ke meja masing-masing dan tenggelam dalam dunia pribadi. Lampu utama selalu dimatikan begitu juga komputer dan laptop, menghadirkan ketenangan sesaat untuk memaksimalkan waktu rehat. Sesekali terdengar dua atau tiga teman berbicara pelan tentang sosial media, film korea terbaru, hingga info terupdate lainnya. Mereka akan segera berpisah mengingat banyak hal yang harus segera dikerjakan, tugas kampus misalnya, posting iklan online bahkan tidur.

Tidur menjadi kenikmatan luar biasa meski hanya beberapa menit, mengembalikan kesegaran untuk mulai berkutat dengan data dan mengusir sikap menguap berulang pada pukul tiga yang sangat mengganggu.

Siang ini hening, begitu juga aku yang terkantuk-kantuk mencermati rangkaian kata dalam novel setebal lima ratus tiga puluh tiga halaman. Baru sepertiga halaman padahal sudah dimulai seminggu yang lalu, ahh payah sekali aku.

Membaca novel bagiku harus didukung dengan suasana hening tanpa banyak suara-suara di sekitar dan jam istirahat adalah waktu yang sangat tepat juga setiap ekspresi yang akan tercipta. Pelan aku merambat menuju loker untuk mengambil tissue hingga tiba-tiba seniorku muncul dari ruangan sebelah dan memergokiku.

"Loh, kamu nangis, Ci?"

"Eh, eng... enggakkk.... cuma pilek aja."

"Yakin?"

Sontak pembicaraan kami mengundang perhatian teman-teman untuk menoleh, muka-muka tak sepenuhnya sadar menatapku meminta penjelasan, ahh kalian terlalu berlebihan mengkhawatirkanku.

Mata merah, hidung kembang kempis ditambah sisa aliran air yang mengacaukan raut wajahku menjadi bukti kuat bahwa aku tak sekadar pilek.

"Ada apa?"

Senior dan yang lain menunggu jawabanku. Kenyataan bahwa aku selalu ceria bahkan saat ditegur pak bos (baca:dimarahi habis-habisan) menjadikan alasan kuat bahwa ada sesuatu yang tidak biasa hingga membuatku mengeluarkan air mata.

Memang hal luar biasa penyebabnya dan jika kalian juga sama penasarannya dengan mereka baca alasan lengkapku di sini


-----

Rumah kedua, siang hari saat mendung menggantung, 18 Januari 2017

Ciani Limaran
Haloo... selamat bertualang bersama memo-memo yang tersaji dari sudut pandang seorang muslimah.

Related Posts

3 komentar

Posting Komentar